Perladangan Berpindah dan Perambahan Hutan
Nama : Yudha bayu Jati Nugroho
NIM : E14110116
Tugas : Perlindungan Hutan (Kuliah)
Perladangan Berpindah dan Perambahan Hutan
Perladangan berpindah (shifting
cultivation) merupakan satu Siantar yang menerapkan teknologi konservasi dalam
pertanian yang lebih berintegrasi dengan sistem alami. Menurut Lahajir (2001),
bahwa dari perspektif sosial budaya, sistem perladangan berpindah secara umum
dianggap sebagai satu-satunya sistem pertanian yang sesuai dengan ekosistem
hutan tropis. Di samping itu, sistem perladangan dari segi ekologi, lebih
berintegrasi ke dalam struktur ekosistem alami (Geertz 1976). Sedangkan dalam
hal biodiversiti di dalam sistem perladangan berpindah lebih tinggi dari sistem
pertanian permanen seperti sawah. Tingginya biodiversiti/keanekaragaman hayati
adalah berasal dari pemberaan dan tanaman beraneka (mixed cropping).
Perladangan berpindah (shifting
cultivation) merupakan suatu sistem yang dibangun berdasarkan pengalaman
petani dalam mengolah lahan dan tanah yang dipraktekan secara turun temurun.
Dalam perladangan berpindah, para petani biasa menggunakan tahapan pemberaan (fallow),
di mana tanah digunakan dalam waktu periode yang pendek, sehingga erosi
dan sedimentasi di sungai rendah, sedangkan kandungan bahan organik disimpan
selama pemberaan. Selain itu digunakan pula praktek pembakaran, namun hal
tersebut dapat menyebabkan hilangnya nutrient dari dalam tanah, tetapi
pembakaran dapat meningkatkan pH tanah sehinggga cocok untuk pertumbuhan
tanaman. Dalam sistem dengan periode pemberaan stabil tidak menyebabkan
peningkatan CO2 pada
atmosfir karena penghutanan kembali. Rendahnya produktivitas dapat dipecahkan
jika institusi penelitian agrikultural mengambil peranan yang lebih baik dalam
mengalokasikan sumberdaya dalam peningkatan agronomik pada sistem perladangan
berpindah. Oleh sebab itu, sistem perladangan berpindah dapat dijadikan
alternatif sistem agrikultur yang permanen di wilayah tropis basah.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Cara
perladangan berpindah dengan :
1. Tanpa
olah tanah (TOT), tanah yang akan ditanami tidak diolah dan sisa-sisa
tanaman sebelumnya dibiarkan tersebar di permukaan, yang akan melindungi tanah
dari ancaman erosi selama masa yang sangat rawan yaitu pada saat pertumbuhan
awal tanaman. Penanaman dilakukan dengan tugal
2. Pengolahan
tanah minimal, tidak semua permukaan tanah diolah, hanya barisan tanaman
saja yang diolah dan sebagian sisa-sisa tanaman dibiarkan pada permukaan tanah
Pengolahan tanah menurut kontur, pengolahan tanah dilakukan
memotong lereng sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah atau dengan
melintangkan pohon yang tidak terbakar (logs) dan alur yang menurut
kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah menurut kontur akan lebih
efektif jika diikuti dengan penanaman menurut kontur juga yang memungkinkan
penyerapan air dan menghindarkan pengangkutan tanah.
Secara
negatif, perladangan berpindah dianggap sebagai penyebab gundul nya hutan dan
erosi tanah. Kemudian, dari segi produktivitas, perladangan dianggap sangat
rendah, apalagi bila dibandingkan dengan resiko lingkungan yang akan terjadi.
Namun
demikian, sisi positifnya, bahwa sistem perladangan berpindah ini lebih akrab
dengan sistem alami yang tentunya lebih adaptif, karena mempertahankan struktur
alami dari pada melakukan perubahan ekosistem yang sangat baru. Pada kesempatan
ini, sisi positif perlu mendapat perhatian yang lebih mendalam, terutam bila
dihubungkan dengan konservasi, yaitu
(i) pemberaan (fallow) dalam konservasi
tanah dan
(ii) sistem
perladangan berpindah sebagai suatu bentuk pertanian konservasi.benyamin
Pada wilayah
tanah hutan, ada suatu area yang dibersihkan petani dan ditanami setiap tahun
untuk pertanian perladangan. Sistem pertanian ini dapat didefinisikan secara
sangat umum sebagai suatu sistem pertanian yang menerapkan konservasi
secara langsung, sehingga dapat dikatakan sebagai sistem pertanian
berkelanjutan di mana penebasan dilakukan secara tidak menetap, atau hanya
sementara dan ditanami dengan tanaman untuk beberapa tahun saja, kemudian tanah
hutan itu ditinggalkan untuk pemberaan lahan yang cukup lama.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Sistem
perladangan berpindah bagi sebagian ahli dianggap sebagai pemborosan dari
sumberdaya alam, atau sangat primitif (FAO Staff 1957), dan dikenal secara
relatif mempunyai ouput yang rendah per unit areanya. Hal ini kalau ditinjau
dari segi ekonomi, tetapi mungkin karena perhatian terhadap sistem inilah yang
masih sangat kurang, yang sebenarnya membutuhkan tindakan yang lebih spesifik
untuk menjadi sistem yang dapat diterima, untuk menjadi alternatif sistem
pertanian konservasi.
Perladangan
berpindah tidak menyebabkan efek yang berbahaya terhadap lingkungan, bahkan
mampu menyediakan alternatif yang aman dibandingkan dengan sistem pertanian
lainnya di hutan tropis basah. Adapun kurangnya peningkatan produktivitas
adalah merupakan konsekuensi dari pengabaian dari sistem ini di dalam
kebanyakan penelitian pertanian. Hal ini bisa dilihat dari hasil penelitian
Lahajir, yang menemukan bahwa hasil perladangan berpindah tidak sanggup lagi
mencukupi kebutuhan subsisten mereka.
Erosi sudah
lama disadari sebagai masalah utama dalam perladangan berpindah, tetapi sangat
sedikit studi kuantitatif yang ada tentang erosi dari perladangan berpindah,
sehingga masih begitu terbatas. Dari studi yang pernah dilakukan menunjukkan
pembersihan lahan pada perladangan berpindah secara tradisional lebih rendah
jumlah erosi dan kehilangan sedimin dari sistem dibandingkan pada beberapa
bentuk pembersihan lahan (land clearing) dan sistem pengolahan tanah (tillage).
Alasan rendahnya erosi adalah sangat pendeknya periode terbukanya tanah
(setelah pembakaran, sebelum tanaman mantap), tanpa atau sedikit pengolahan
tanah (tillage), dan dengan membentangkan pohon-pohon yang tidak
terbakar secara horisontal terhadap kemiringan (slope). Dengan sedikit
sedimen yang hilang dari sistem dan pemakaian bahan kimia yang terbatas sekali,
maka sumberdaya air tidak terpengaruh secara serius.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Sedangkan
pengertian dari Perambahan adalah salah satu pihak yang sering dipersalahkan
dam kerusakan hutan. Perambahan hutan dalam kelompok kecil atau besar dengan
intensitas yang tinggi dapat merusak hutan. Mereka melakukan penebangan hutan
untuk dijual kayunya. Pohon-pohon ditebang tanpa dipikirkan akibat yang
ditimbulkan dari gundulnya hutan. Selain memungut hasil hutan, perambah hutan
juga membuka lahan dengan cara menebang dan membakar hutan untuk dijadikan
tempat bercocok tanam. Setelah lahan dirasakan tidak produktif lagi maka mereka
akan berpindah mencari lahan baru untuk dibuka kembali.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.