Terdampar Sehari di Jakarta (Based on True Story)
Terdampar Sehari Di Jakarta
Oleh : yudha bj nugroho
Aku percaya semua yang terjadi di dunia
ini tentu ada hikmahnya, rencana Allah tetaplah yang tebaik bagi hambanya. Seperti
hari ini Rabu 1 Februari 2017, aku berencana kembali ke kota pelajar
Yogyakarta, setelah sekian lama liburan di kampung halamanku. Masih teringat
wajah bapak dan mamak (ibu red.), melepas kepergianku menaiki taksi yang siap
mengantarku ke bandara. Yogyakarta telah menjadi seperti rumah keduaku, 5 tahun
lebih aku menghabiskan waktu setiap hari di kota ini. Jalan tikus, kejebak
macet, angkringan murah, tempat travelling yang tiada habisnya akrab di
kehidupanku di kota ini. Tentu aku datang ke kota Yogyakarta meninggalkan
kampung halamanku bukan sekedar main – main. Menuntut ilmu adalah tujuan
utamaku di salah satu Universitas Besar di Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Deru mesin taksi dipacu pak sopir menuju
bandara. Sepanjang perjalanan aku melihat kanan-kiri kampung halamanku yang
banyak berubah dari saat aku kecil dahulu. Melewati SD tempat ku menghabiskan
masa kecil, dan SMP ku yang letaknya agak berjauhan. Tapi sayang SMA ku yang
begitu kukenang tidak kulewati karena berbeda jalur jalan ke bandara. Sesaat
kuteringat ingin mengabarkan ke seseorang di jauh sana yang selalu menunggu
kabarku, Mas Yudha, ku ambil smartphone ku, dan ku pilih sebuah kontak dan ku
tekan ‘call’.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
“Halo mas, ini dd sudah di taksi, dd jalan dulu yaa”
“ooh iya dd hati-hati dijalan yaa”
Kumasukkan kembali smartphoneku kedalam
tas, pandangan kosong mengarah ke jendela taksi, sesaat angin membelai kelopak
mataku dan mengelus kepalaku, rasa kantuk mulai datang dan akupun terlelap
dalam tidur.
“Mba-mba bangun mba, sudah sampai
Bandara”
Kata – kata
pak sopir membangunkanku
“ooh iya pak, terima kasih”
Hujan ternyata
turun saat aku terbangun, memang tidak terlalu deras, namun cukup membuatku
khawatir, semoga tidak terjadi apa-apa dalam perjalanan udaraku. Pak sopir membantuku
menurunkan koperku dari bagasi, dan akupun membayar ongkos perjalananku.
Didepanku terlihat tulisan “Selamat
Datang di Bandar Udara Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan”. Rintik
hujan masih menemaniku, Ternyata aku sudah sampai di balikpapan, 3 jam
perjalanan menggunakan Taksi tak terasa, aku bergegas menuju lantai 2 tempat
checkin keberangkatan domestik. Memang jadwal keberangkatanku pukul 18.00,
namun aku telah sampai di bandara pukul 13.00 siang, alasanku sih sederhana,
agar tidak terburu-buru nantinya.
Sambil menghilangkan kejenuhanku, aku
mengambil smartphoneku, dan aku baru sadar ternyata sinyal menunjukan H+, haha,
lokasiku saat ini sudah berubah. Aku pilih menu ‘webtoon’ dan membaca beberapa
komik disana yang menjadi favoritku. Akupun melihat sekeliling, berpikir dimana
aku bisa duduk dan mengistirahatkan badanku setelah perjalanan panjang tadi.
Matakupun tertuju pada kursi hijau didekat sebuah booth kedai roti. Dalam
benakku
“kok kursinya kosong ya, nda ada yang
duduk sini”
Dengan santainya akupun duduk disana, dan belum merasakan
kejanggalan. Lama - kelamaan aku mulai terasa dingin yang teramat sangat,
apakah karena hujan diluar, ternyata tidak. Akupun mulai sadar mengapa orang
menghindari kursi hijau ini, dibelakang kursi ini terjejer AC yang tepat
mengarah ke arah kursi, dan itu membuat semakin terasa dingin, ditambah cuaca
diluar sedang hujan. Aku lantas berpindah tempat meninggalkan kursi hijau itu,
andai kursi dan si AC temannya itu bisa mengungkapkan kegeliannya, mungkin
akulah orang kesekian kali yang ditertawai oleh mereka.
Iseng aku
teringat Mas yudha kembali dan mencoba untuk menggodanya saat ia sedang kerja
saat ini,aku menutup ‘webtoon’ ku dan kucari kontak Mas Yudha,
[tuuut,,,,tuuuut,,,(suara tanda panggilan masuk)
“Halo Assalamualaikum”
“lagi apa mas”
“Ini loh dd, bikin laporan akhir bulan,
sepi sendirian ya di bandara”
“nda kok mas, dd baca webtoon, yaudah med
kerja yaaa, dd baca lg”
“ooh ya udh deh kalo gtu”
“Assalamulaikum”
“Waalaikumsalam dd”
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Waktu terus bergulir, lalu-lalang
berbagai macam orang kutemui di bandara ini. Ada yang duduk termenung menunggu,
ada yang tertidur, ada yang berbaring dan banyak yang asik sendiri dengan
gatgetnya. Deru suara engine pesawatpun silih berganti berlalu, ada yang
landing, ada yang take off. Sambil sesekali kulihat di layar televisi bandara,
memastikan jadwal checkin keberangkatanku. aku teringat dengan seorang temanku
yang bernama Rani yang berasal dari Jambi, iseng aku sms dia, dan ternyata ia
menjawab,
“maaf dengan siapa ya”
Aku terkejut,
bukannya marah namun pikiran iseng yang hadir, haha. Apakah Rani Hp baru jadi
kontakku belum sempat di save ulang?. Entahlah. Aku menelpon dia dengan suara
yang sedikit aku ‘perbesar’.
“Halo Rani”
“Halo maaf ini dengan siapa ya”
“Hayoo siapa”
“Oalah Isni, haha”
Dan obrolan
cairpun mengalir ditengah pembicaraan kami.
Sedikit mataku terkantuk, dan kembali
melihat ke arah televisi bandara. Informasi tertera bahwa telah dibuka layanan
chekin untuk pesawat keberangkatanku ke Yogyakarta. Aku bergegas mengantri di
barisan chekin, sambil sesekali berfikir tentang laptopku yang berada didalam
koper, apakah nanti dilarang masuk bagasi atau tidak yaa,,?. Satu persatu
antrianpun maju, dan tibalah giliranku. Aku meletakkan bagasiku di atas ban
berjalan dan menyerahkan booking tiket
paper yang kubawa, petugaspun memberikan pita identitas pada koperku dan
selesai.
Dugaankupun meleset, laptopku aman, tidak ditanyakan apapun oleh
petugasnya, padahal akupun sudah berniat untuk berbohong seandainya ditanyakan
apakah ada barang elektronik. Aku berpikir males untuk membongkar koperku
kembali, saat semua telah rapi kususun barang-barangku di dalam sana. Tiketpun
sudah ditangan, aku menuju ruang tunggu di Gate 7, dengan membawa ranselku, karena
koper telah masuk bagasi. Gate 7 bukan berarti Gate yang mudah di jangkau, jika
dilihat ada 10 Gate di bandara ini dan pintu masuk keruang tunggu ini berada di
depan Gate 3, lebar ruang tunggu satu Gate bisa mencapai 20-30 meter, jadi bisa
dibayangkan betapa jauhnya aku harus berjalan ke Gate 7. Untungnya si kursi
hijau jauh disana dan ia tidak melihat wajahku disini yang cape sambil
meringis. Ditengah perjalanan panjangku lewatlah mobil mini pembersih yang
bertugas menyapu lantai bandara, dengan seseorang mas-mas office boy yang
sedang mengemudikannya. Iri aku melihatnya jika bisa ingin lah aku menumpang
itu sampai di Gate 7 sana, huh.
Dengan perjuangan yang teramat sangat sampailah aku di Gate 7. Aku
mengambil tempat duduk yang kebetulan kosong, sambil menunggu informasi aku
naik ke pesawat. Diluar hujan semakin menderu deras, cuaca buruk sepertinya
bakal menemani perjalananku malam ini. Informasi yang kudapat dari Rani,
ternyata pesawatnya transit di Jakarta dahulu, kemudian berganti pesawat
barulah menuju yogyakarta, aku melihat jam tanganku
“Ahh, mungkin rani skrg sdg dijakarta, bisa jadi nanti sampai di
jogjanya bareng, jadinya punya temen balik ke kosan”
Karena
kebetulan kosanku dan kosan Rani ini satu tempat, hanya beda kamar.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Lamunankupun tersentak saat mendengar
suara pemberitahuan dari seorang wanita, yang mengabarkan bahwa pesawat yang
akan aku tumpangi mengalami keterlambatan satu jam, sehingga mundur dari jadwal
yang direncanakan. Yaah, bakalan sampe jogja lebih malam nih jadinya. Tapi tak apalah,
aku tetap berpikir positif akan hal ini. Jam menunjukkan pukul 5 sore, aku
teringat jika ini jam Mas Yudha pulang kerja, aku berinisiatif menelponnya
sambil mengusir kejenuhanku.
“tuuuut.....tuuuuutt”
“Halo assalamualaikum,”
“waalaikum salam, udh pulang belum mas?”
“Sudah dd, tapi hujan deras disini”
[dan obrolan panjangpun terjadi]
Akhirnya tibalah saat nya pengumuman terdengar, menginformasikan
untuk penumpang menuju Yogyakarta menaiki pesawat. Kembalilah aku dalam antrian
dan menyerahkan tiketku. Kususuri lorong garbarata bandara ini yang cukup
berkelok, kuambil smartphoneku dan kupilih menu BBM, berniat untuk membuat
status ‘Jogja’. Aku sadar jika nomor kursiku termasuk yang dibelakang,
sedangkan pintu garbarata ini lewat depan. Melewati banyak oranglah
perjuanganku selanjutnya, sampai akhirnya kutemukan kursiku. Kuletakkan tas
ranselku di Cabin Baggage, dan akupun
duduk. Tak lupa pula aku mengetik message untuk orang tuaku di rumah dan mas
yudha
“Dd di pesawat ya yank, dd berangkat, assalamualaikum”
Lalu kumatikan
smartphoneku, dan kumasukkan ke dalam tas, sambil kukencangan sabuk pengamanku.
“Bismillahi Majrooha wa mursaaha, inna
robbi laghofururrahiim”
Ditengah sekitar satu jam perjalanan, kudengar awak kabin pesawat
mengumumkan jika di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta sedang terjadi musibah
tergelincirnya pesawat, belakangan aku tahu jika hujan deras juga melanda
Negeri Istimewa. Dibandara Adi Sucipto pun sedang dilakukan evakuasi bangkai
pesawat dan penumpang, sehingga perjalanan pesawat banyak dialihkan ke bandara
terdekat seperti Adi Sumarmo Solo. Namun, berbeda dengan pesawat yang aku
tumpangi, karena bandara Adi Sumarmo ‘mendadak sibuk’, dialihkanlah pesawat
yang aku tumpangi ke Bandara Soekarno – Hatta Tangerang, Banten.
Saat landing tiba, aku turun bersama dengan ratusan penumpang lain
yang berencana turun di Yogyakarta. Malam saat itu menunjukkan pukul 21:36 WIB,
aku bergegas mengabari keluargaku dirumah tentang keberadaanku, kunyalakan
Smartphoneku dan ko pilih kontak menelpon mamak. Kudengar suara mamak pun
disana khawatir, namun tetap aku yakinkan orang tuaku bahwa aku tidak apa-apa.
Begitupun dengan Mas Yudha, aku mengetik BBM untuknya, aku tahu disana
ia tidak tidur karena menunggu kabarku
“Sayank dd dijkt, Ada pesawat jatuh dijogja, Sayank nanti dd kabari
lg ya, dd masuk angin ini mual-mual”
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Disini akupun
mulai bingung seperti apa kelanjutan perjalananku, namun ku tahu jika pesawat
yang ditumpangi temanku Rani dari Jambi juga kembali ke Jakarta. Aku carilah
keberadaan nya ditengah kebingunganku, sampai akhirnya kami bertemu dan saling
tidak menyangka mengalami kejadian yang serupa.
Jam menunjukkan pukul 03:00 WIB pagi hari Kamis, 2 Februari 2017 kami
masih terlunta-lunta di bandara Soekarno – Hatta menunggu kepastian. Rani
mendapatkan informasi perjalanan selanjutnya lebih dahulu dibandingkan aku.
Tiket nya mendapatkan kebijakan Re-Fund, namun aku berbeda, menunggu pesawat
selanjutnya untuk mengantarkan keberangkatan ku. Aku dan Ranipun berpisah, Rani
mencari tiket kereta api dari uang Re-Fund-nya, dan ia mendapatkan kereta yang
berangkat pukul 13:00 WIB dari Stasiun Pasar Senen, dan belakangan kuketahui
iapun bersama Qory, temanku juga.
Hari semakin cerah, kepastian kelanjutan perjalanankupun semakin
jelas. Namun ada hal yang sedikit membuatku jengkel, aku dititipi tas oleh
seseorang yang satu pesawat denganku tadi. Dia mengatakan jika pergisebentar
untuk sholat subuh, namun hingga mataharipun sudah menyeka matanya, dia belum
kembali. Apakah dia sekalian cari makan?. Tapi mengapa dia tidak berpikir bahwa
aku juga butuh makan. Hah, tak tentu lah pikiranku, aku tinggalkan saja tas itu
dengan rasa jengkel dan perut laparku yang menuntunku untuk mencari beberapa
pengganjal perut. Aku mendapatkan informasi jika kami akan diberangkatkan
dengan pesawat pukul 18:00 WIB, aku pun terkejut bagaimana bisa seharian berada
di bandara ini?. Namun ternyata kekhawatiranku terjawab di informasi
selanjutnya, jika penumpang akan diistirahatkan di Hotel Amaris Jakarta, sambil
menunggu keberangkatan. Ahhh leganya hatiku mendengarnya. Akupun menelpon Mas
Yudha mengabarkan keadaanku,
“Mas, dd kayaknya nanti ke hotel sama penumpang yang lain,”
“Alhamdulillah, bisa istirahat dulu jadinya ya yank”
[dan obrolan panjangpun terjadi]
Bis penjemput kami ke hotelpun akhirnya tiba, kami merasa menjadi
satu keluarga karena musibah ini, yang awalnya tidak saling kenal, hingga
menjadi dekat. Seperti saat dibandara, aku berkenalan dengan seorang laki –
laki yang juga satu pesawat dengan ku, aku mendengar dari dia kalau kuliah di
Universitas Islam Indonesia, Kaliurang. Dan ternyata ia direncanakan untuk
wawancara kerja di tanggal 2 februari 2017, dalam benakku,
“ya allah, ternyata aku lebih beruntung, pastilah ia sangat menyesal
akan kejadian hari ini”
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Akupun menaiki bis dan bergabung dengan rombongan ibu-ibu yang didata
akan menempati satu kamar. Menaiki bis menyusuri jalanan ibukota, melihat
tingginya gedung-gedung disini. Akhirnya sampailah bis di Hotel Amaris Jakarta,
aku berencana mengistirahatkan badanku sejenak bersama ibu-ibu penumpang yang
lain, sebelum meneruskan perjalananku disore hari nanti.
------------------------------------------------------------------
“mba – mba bangun sdh jam setengah 4”
Suara seorang ibu membangunkanku, kuliat jam di pergelangan tangan
kiriku,
“ah, sudah jam 13.32 WIB”, pikirku.
Akupun segera bersiap – siap merapikan diri, cuci muka dan berdandan.
Kulihat semua ibu – ibu yang satu kamar dengankupun melakukan hal yang sama,
tiba – tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar yang kutempati.
Seorang ibu pun membuka.
“maaf ibu – ibu, 10 menit lagi kita berangkat yaa, dimohon agar
persiapannya dipercepat”
“ooh iya mas, ini sebentar lagi mas, kami turun”
Akupun segera merapikan jilbab yang kupakai, kuambil ransel yang
kuletakkan di pojok ruangan, dan segera meninggalkan kamar, beserta ibu – ibu
yang satu kamar denganku. Aku berjalan di lorong hotel ini dan menuju lift yang
akan mengantarkanku ke lantai dasar. Dilobby hotel sudah menunggu bis – bis
bandara yang siap mengantarkan kami, ku langkahkan kakiku menaiki bis dan
memilih salah salah satu tempat duduk yang masih kosong. Tak lama ada yang
menegurku,
“kosong mba?”
“ooh iya bu silahkan”
Rasa akibat musibah ini membuatku hafal wajah –wajah penumpang yang
satu pesawat denganku, kamipun menjadi seperti rombongan kontingen olahraga
yang mewakili provinsi Kalimantan Timur dan akan berlaga di Yogyakarta di event
nasional. Haha. Obrolan kamipun bukan
lagi seperti obrolan basa – basi penumpang yang tiba – tiba bertemu di bandara,
namun obrolan yang sudah membuktikan keakraban kami. Bispun mulai berjalan,
deru mesin bis yang lumayan terdengar lebih, mengisyaratkan jika pak sopir
menginginkan kami agar segera sampai dibandara. Namun berselang 20 menit
perjalanan, kami tetap bertemu dengan suasana yang sudah familiar di Jakarta,
apalagi seperti sekarang di jam pulang kerja, yups macet.
Dalam benakku, sampai atau tidak kami ini dibandara tepat waktu,
karena informasi yang kami dapatkan sebelumnya, pesawat yang akan mengantarkan
kami terbang pukul 17:30 WIB. Tapi akupun tidak terlalu panik, sebab aku pun
bersama dengan rombongan yang lain. Tapi aku terbayang jika keesokan harinya
aku ada test di kampus, sebagai syarat kelengkapanku sebagai mahasiswa
keperawatan, mudah – mudahan tidak ada hambatan lagi dalam perjalananku malam
ini.
Setelah menempuh perjalanan panjang dan berjibaku diantara himpitan
kemacetan Jakarta, akhirnya bis yang aku tumpangi sampai di Bandar Udara Soekarno
– Hatta. Kamipun segera menuju tempat checkin yang telah di tunjukkan salah
seorang petugas. Namun kabar yang, tidak mengenakkan kembali terdengar jika
pesawat kami akan turun di Bandar Udara Adi Soemarmo Solo. Kebingungan pun
mulai terpikirkan olehku, bagaimana cara melanjutkan perjalanan dari Solo ke
Yogya?. Pesawat kami delay kembali.
Aku masih bisa menahan emosiku, sesaat setelah kutahu kabar tersebut,
namun amarah orang lain tentunya berbeda. Penumpang lain merasa perlu
memperotes hal tersebut ke pihak bandara.
“bagaimana ini, kami jangan ditelantarkan seperti ini !!!”
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
“Mana pimpinannya, saya mau bertemu !!”
Sahut – sahutan teriakan penumpang terdengar, aku pun menyingkir
sebentar karena ku ingat belum mengabarkan bapak dan mamak, perihal keberangkatanku
yang kembali tertunda. Smartphoneku berdering, ternyata mas yudha yang menelpon
terlebih dahulu,
“Halo assalamualaikum”
“Waalaikumsalam, gmn dd udah mau berangkat belum pesawatnya?”
“Delay lagi tau mas, nda tau ini sampe kapan, pada demo orang-orang
disini, jadi emosi juga dd”
[dan obrolan panjangpun terjadi]
Akupun cerita dengan mas yudha jika pesawatku nantinya turun di
bandara Adi Soemarmo Solo. Aku bingung bagaimana caranya melanjutkan perjalanan
ku, beberapa orang – orang disekitarku ada yang sudah pasti karena dijemput
oleh keluarganya, sedangkan aku, sendirian dan perempuan. Mungkin bisa saja aku
mengatakan pada mereka,
“Bu saya ikut sampai Jogja ya,”
Tapi rasa tidak enak tetaplah tidak enak, jika tak ditawari untuk apa
saya merepotkan orang lain hanya untuk memberi tumpangan pada seseorang yang
baru dikenalnya. Dari mas yudha aku mendapat saran untuk naik taksi namun diisi
dengan beberapa orang yang satu arah ke jogja sehingga lebih murah. Teringatlah
aku dengan seseorang yang menitipkan tasnya tadi pagi dan seseorang mahasiswa
yang berasal dari UII, aku berencana mengajak mereka dan menaiki taksi kearah
jogja bersama. Namun, aku tak melihat mereka.
Demo penumpang pun tetap terjadi, aku mencoba mendekat mendengarkan
pesan demo mereka. Para penumpang meminta kejelasan akibat dari delay yang
tertunda seperti ini, mereka meminta akomodasi dari Solo ke Yogyakarta, karena
jika semakin malam, maka angkutan umumpun semakin sulit. Aku meminta mereka
untuk menandatangi sebuah pernyataan karena dari mulut petugas, mereka
menjanjikan ada akomodasi yang menghandle kami, jika itu tidak terbukti maka
pernyataan itulah yang akan menjadi senjata kami.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Beberapa perwakilan penumpang akhirnya diberi kesempatan untuk
bertemu dengan pimpinan maskapai. Kami menunggu diluar dengan harap – harap
cemas. Demo sudah usai namun hati kami yang gantian mengadakan demo didalam,
dengan rasa cemas. Setelah beberapa saat perwakilan kami keluar dan
mengeluarkan kabar menggembirakan. Kami akan segera diberangkatkan, dan tak lama
terdengar suara speaker yang mengabarkan kelanjutan perjalananku
Dijendela pesawat aku termangu, mengingat – ingat kejadian pada hari
ini, begitu panjangnya, begitu berharganya arti sebuah waktu. Banyak orang yang
menyesalkan kejadian ini, karena banyak rencana yang ia buat batal terlaksana,
tapi hikmah yang sebenarnya adalah rencana terbaik dari allah untuk kami semua,
meskipun kami belum menyadari apa hikmah sebenarnya.
“Tidaklah mengapa Terdampar sehari di Jakarta, aku belajar banyak hal
dan menemukan pengalaman baru atas kejadian hari ini”.
----------------------------------------------------------------------------------
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.