Haji (Saat Ini) : Wisata atau Ibadah
Oleh : Yudha BJ Nugroho
[24
Agustus 2018]
Musim haji telah tiba, berbondong – bondong
masyarakat dunia menuju Baitullah, Masjidil Haram di Kota Makkah. Ada yang
menabung puluhan tahun agar bisa menjadi tamu-Nya, ada yang mendapatkan rezeki
secara tiba – tiba sehingga dengan izin-Nya bisa berangkat pula ke tanah suci.
Haji ini memang disyariatkan bagi siapa
yang mampu, mampu dalam hal fisik dan mampu secara ekonomi. Bagi saudara kita
yang tinggal di sekitar Arab Saudi mungkin tidak memerlukan finansial yang
tinggi untuk berangkat haji, namun bagi kita di Indonesia tentu finansial akan
menjadi kebutuhan yang utama.
Gambar 1 : Suasana Sholat di Masjidil Haram (sumber :http://www.sajadah.co/wp-content/uploads/2017/12/larangan-larangan-haji-dan-umrah-1.jpg) |
Keadaan alam Indonesia yang berbeda dengan
di Arab Saudi akan sangat terasa mengingat bagi para jamaah dengan umur lanjut.
Maka fisik dan kesiapan mental juga merupakan syarat utama, sehingga
Kementerian Kesehatan juga berperan dalam menyeleksi kelayakan peserta calon
haji.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Ada yan berbeda berhaji saat ini dengan
berhaji pada masa Rosulullah. Pada masa Rosulullah berhaji dilakukan secara
mendiri dan tentunya minim fasilitas. Semuanya dilakukan dengan berjalan kaki
atau naik hewan unta dengan hanya mengandalkan kemampuan fisik, tanpa naungan
dan tanpa AC.
Berhaji pada masa sekarang tidaklah sama,
coba kita bayangkan wukuf di padang arafah saja dengan menggunakan tenda full
AC atau kipas angin, lalu bertolak untuk mabit di Mina dan Musdalifah dengan
transportasi bis AC, bahkan ada yang mengeluh AC bis airnya rembes, Masya Allah hanya air AC rembes.
Gambar 2 : Haji dan Selfie (sumber :https://statik.tempo.co/data/2018/08/17/id_726987/726987_720.jpg) |
Untuk sa’i, sekarang dibangun bangunan
tingkat, padahal pengertian sa’i adalah berlari-lari kecil dari bukit safa ke
bukit marwa, dengan adanya bangunan apakah bukitnya masih ada atau tinggal
nama?, dan lagi bangunan full AC hingga tingkat tertinggi.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Dengan contoh fasilitas serba mewah ini,
apakah haji saat ini masih dianggap ‘Haji’ yang penuh perjuangan?, dan
pertanyaan selanjutnya, Apakah Hajinya Sah?. Mengapa diragukan ke-Sah-annya,
misal, dahulu sa’i itu langsung diatas pasir bukit safa dan marwa tanpa ada
lantai keramik marmer yang menjadi pijakan. Sa’i hanyalah satu contoh, belum
lagi Jumrah yang menjadi tembok.
Gambar 3 : Jumrah dahulu (sumber :http://hajimabrurbarokah.com/wp-content/uploads/2013/12/Melontar-Jumrah.jpg) |
Gambar 4 : Jumrah sekarang (sumber :https://aet.co.id/wp-content/uploads/2017/10/Sejarah-Singkat-Melempar-Jumrah-Saaat-Melaksanakan-Haji.jpg) |
Memang pemerintah Kerajaan Arab Saudi
membangun fasilitas ini demi kenyamanan, namun terlalu dimanjakan sehingga
esensi haji saat ini tidak lebih dari sekedar wisata, dan jamaah menjadi
semakin manja, air AC bis menetes saja mengeluh, coba dibayangkan betapa para
sahabat dahulu berhaji dengan bermandikan peluh.
Untuk ke-Sah-an haji Wallahu ‘alam bishowab, hanya Allah yang tahu menerima ibadah
hambanya.
Yudha BJ
Nugroho
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.