Muhammadiyah Majukan Indonesia
[23
Oktober 2018]
REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah
Indonesia diperjuangkan
dan dibangun oleh seluruh kekuatan nasional sejak zaman perjuangan kemerdekaan
sampai setelah merdeka tahun 1945. Sesuai posisi dan perannya, semua komponen
nasional begerak memperjuangkan Indonesia bebas dari penjajahan.
Setelah itu, mereka
membangun negara dan bangsa secara bersama-sama. Tidak ada pihak paling
berjasa, semuanya memainkan peran konstruktif.
Pada setiap periode rezim
kekuasaan, ketika berdiri dalam posisi kritis terhadap pemerintah pun,
sebenarnya merupakan bagian dari kiprah kebangsaan agar negara dan bangsa
Indonesia tetap lurus di jalan perjuangannya.
Gambar 1 : KH. Haedar Nashir (Ilustrasi) (sumber : https://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/kh-haedar-nashir-ilustrasi-_160725132750-183.jpg) |
Muhammadiyah merupakan
bagian tak terpisahkan dari kekuatan nasional yang sejak berdirinya pada 1912,
terlibat aktif dalam perjuangan politik kebangsaan serta membangun bangsa
melalui gerakan dakwah berorientasi pembaruan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Peran kebangsaan
Muhammadiyah sebagai
kekuatan nasional telah berjuang dalam pergerakan kemerdekaan dan melalui para
tokohnya terlibat aktif mendirikan Negara Republik Indonesia. Setelah Indonesia
merdeka, pengabdian Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara berlanjut.
Inilah bukti,
Muhammadiyah ikut 'berkeringat' memajukan kehidupan bangsa. Para tokoh
Muhammadiyah sangat besar perannya. Kiai Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah Dahlan
bergerak mencerdaskan dan memajukan bangsa hingga diangkat sebagai pahlawan
nasional.
Srikandi Aisyiyah,
Hayyinah, dan Munjiyah menjadi pelopor pergerakan perempuan atas lahirnya
Konges Perempuan Pertama pada 1928. Kiai Mas Mansur menjadi tokoh empat
serangkai bersama Sukarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara dalam
persiapan kemerdekaan Indonesia.
Ki Bagus Hadikusumo
didukung Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimedjo menjadi penentu konsensus
nasional penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, sebagai konstitusi dasar
sekaligus penetapan Pancasila sebagai dasar negara.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Dalam perjuangan dan
mempertahankan kemerdekaan, kontribusi Muhammadiyah terbesar melalui Soedirman
adalah perang gerilya yang kemudian melahirkan serta menjadi Bapak Tentara
Nasional Indonesia, yang tiada duanya.
Gerakan cinta Tanah Air
ini bermodalkan spirit Hizbul Wathan atau Kepanduan Tanah Air yang dirintis
tahun 1918, waktu Soedirman menjadi pandu utamanya.
Bersamaan dengan perang
gerilya, dalam mempertahankan Indonesia dari serbuan kembali Belanda di DIY dan
Jawa Tengah, para tokoh Muhammadiyah menggerakkan aksi Angkatan Perang Sabil
(APS), sebuah perlawanan umat Islam yang luar biasa militan.
Peran tokoh Muhammadiyah Ir Djuanda
juga sangat penting dalam menyatukan seluruh kepulauan Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda 1957, yang menjadi pangkal tolak perjuangan Indonesia di PBB untuk
menyatukan lautan dan daratan dalam satu kepulauan Indonesia.
Perjuangan tersebut
berhasil tahun 1982 dengan diakuinya kesatuan laut dan daratan kepulauan
Indonesia oleh PBB dalam hukum laut internasional. Selain itu, keberadaan
Kementerian Agama juga merupakan gagasan tokoh Muhammadiyah dari Jawa Tengah,
KH Abu Dardiri.
Menteri Agama pertama
ialah HM Rasjidi, dikenal sebagai ilmuwan atau ulama lulusan Universitas
Sorbonne, Prancis, yang berasal dari Kotagede, Yogyakarta. Kahar Muzakkir,
anggota Panitia Piagam Jakarta, waktu di Al-Azhar, Kairo, melakukan diplomasi
di Timur Tengah sebelum yang lainnya.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Sukarno juga
Muhammadiyah, bahkan pengurus Majelis Pendidikan saat di Bengkulen (Bengkulu).
Tokoh utama kemerdekaan dan proklamator serta Presiden pertama Indonesia itu
lama bergaul dan “ngintil” (berguru secara informal) dengan Kiai Dahlan
sebagaimana beliau akui sendiri.
Sukarno beristrikan kader
Aisyiyah, Fatmawati yang juga putri Konsul Muhammadiyah Sumatra, Hasan Din.
Paham Islam progresif menjadi daya tarik Sukarno menjadi anggota dan pengurus
Muhammadiyah. Presiden Soeharto juga anak didik sekolah Muhammadiyah.
Kedua presiden itu,
dengan segala kelebihan dan kekurangannya, berjasa bagi perjalanan sejarah dan
pembangunan bangsa. Muhammadiyah terus berkontribusi bagi pencerdasan dan
pemajuan bangsa lewat pembaruan, pendidikan, kesehatan, sosial, dan gerakan
dakwah lainnya.
Dalam lintasan perjalanan
Indonesia, puluhan hingga ratusan ribu SDM terdidik dan berkarakter lahir dari
gerakan ini, tanpa mengklaim dirinya gerakan santri.
Dari rahim Muhammadiyah
pula hadir Amien Rais sebagai tokoh reformasi, Syafii Maarif tokoh pluralisme
dan kemanusiaan. Ada juga sosok Din Syamsuddin, tokoh dialog lintas agama di
tingkat nasional sampai internasional.
Apa yang dikerjakan
Muhammadiyah diakui masyarakat dan pemerintah. Dalam kerangka itu, pemerintah
menetapkan KH Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden
Nomor 657 tanggal 27 Desember 1961.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Muhammadiyah memiliki
teologi dan praksis Al-Ma’un dalam
mengembangkan filantropi bersifat inklusif. Termasuk program kemasyarakatan
oleh organisasi perempuan Muhammadiyah, yakni Aisyiyah.
Di Indonesia bagian
timur, seperti di Papua dan Nusa Tenggara Timur, tempat umat Islam minoritas,
Muhammadiyah melakukan usaha di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial,
dan pemberdayaan masyarakat.
Di Papua, Muhammadiyah
mendirikan perguruan tinggi dan sekolah, pelayanan kesehatan, dan pelayanan
sosial bagi penduduk setempat yang mayoritas Kristen dan Katolik. Guru atau
dosen Kristen dan Katolik mengajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Gerakan ini, bagi
Muhammadiyah wujud pluralisme Islam yang membumi, bukan retorika dan jargon di
atas kertas. Program Muhammadiyah untuk kemanusiaan, seperti penanggulangan
bencana dan pemberdayaan masyarakat di daerah terjauh dan terpencil diakui
secara luas.
Muhammadiyah berperan
dalam resolusi konflik di Filipina Selatan, Thailand Selatan, dan kawasan lain
untuk rekonsiliasi dan perdamaian. Muhammadiyah juga melaksanakan program
kemanusiaan untuk Rohingya di Myanmar dan Cox’s Bazar, Bangladesh.
Program kemanusiaan
dilakukan pula untuk Palestina yang masih mengalami nasib buruk dan perlakuan
tidak adil di Timur Tengah. Semua dilandasi spirit kemanusiaan bahwa pada era
peradaban modern semua umat manusia layak hidup bersama tanpa diskriminasi dan
penindasan.
Kiprah Muhammadiyah dalam
kehidupan keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal melekat dengan nilai
dan pandangan Islam yang berkemajuan. Pendiri Muhammadiyah sejak awal
pergerakannya senantiasa berorientasi pada sikap dan gagasan berkemajuan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Sebab, Muhammadiyah
percaya, Islam merupakan agama yang mengandung nilai-nilai kemajuan.
Muhammadiyah, dengan pandangan Islam sebagai agama kemajuan, senantiasa
berusaha mengintegrasikan nilai keislaman dan keindonesiaan.
Sampai kapan pun,
Muhammadiyah bersama Indonesia melalui usaha nyata bukan semata klaim retorika
ataupun pencitraan. Karena itu, tidak perlu ada klaim dirinya paling Indonesia,
paling cinta NKRI, paling Merah-Putih seraya memandang pihak lain seolah
setengah Indonesia.
Keindonesiaan harus
ditunjukkan bukan dengan klaim dan retorika, melainkan dengan perbuatan nyata.
Bahkan, kalau Indonesia dibawa salah arah kemudian diluruskan oleh sejumlah
komponen bangsa, usaha itu bagian dari cinta Indonesia.
Cinta tidak memanjakan
dan membiarkan yang dicintai keropos, tetapi niscaya dikasihi sekaligus dibina
dan diberdayakan. Bahkan, diingatkan saat yang dicintai itu pada jalan yang
tidak semestinya. Cara meluruskannya tentu dengan rasa cinta, bukan amarah dan
kebencian!
Yudha BJ Nugroho
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.