Sinar Merah Bulan Purnama
Oleh : Yudha BJ
Nugroho
Beberapa
malam lalu langit terlihat cerah, bulan purnama kala itu keluar dari
peraduannya. Sinar cerahnya sesaat menerangi seluruh penjuru permukaan bumi. Ketika
itu saya berencana untuk keluar mencari sesuatu di sebuah minimarket dekat
rumah.
Ada
sesuatu hal berbeda dari penampilan bulan saat itu. Ketika saya berangkat
menuju mini market, sinar kuning cerah yang terlihat, namun sesaat dalam
perjalanan pulang, bulan berubah menjadi berwarna merah.
Awalnya
saya mengira malam itu terjadi gerhana bulan. Namun tidak ada pemberitaan sama
sekali mengenai kejadian itu. Tidak seperti biasanya jika terjadi fenomena
alam, pasti pemberitaan dimana – mana.
Saya
coba menerka apa yang terjadi, ternyata sinar merah bulan purnama malam itu
disebabkan kabut asap yang sempat melanda di daerah saya, sehingga sinar kuning
bulan berubah memerah.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Kabut
asap yang booming belakangan ini, memang memberikan dampak buruk bagi
kehidupan masyarakat. Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
menghantui setiap orang yang menghirup asap ini. Wilayah Provinsi Riau dan
Kalimantan Tengah adalah daerah dengan dampak terparah dari kejadian ini.
Lahan
gambut menjadi objek yang terbakar dengan intensitas tinggi dibandingkan dengan
terbakarnya serasah dan tumbuhan bawah. Tanah gambut yang mengadung bahan
organik sangat akan menjadi kering saat musim kemarau tiba. Hal inilah yang
membuat begitu mudahnya tanah gambut ini terbakar.
Bila
menanyakan solusi, pemadaman menggunakan cara menyiram air ke tanah gambut
belum cukup efektif. Sampai saat ini cara yang paling tepat untuk menanggulangi
kebakaran di lahan gambut adalah dengan ‘menggenangi kembali’ dengan air.
Seorang
pejabat negara pernah menyerukan untuk membangun kanal air untuk menanggulangi
kebakaran di lahan gambut. Sebenarnya ada benarnya dan ada salahnya juga. Kanal
sejatinya jika dibangun malah akan membuat seluruh air di lahan gambut tersebut
mengalir terbuang ke kanal, sesuai dengan hukum alam jika air mengalir ke
tempat yang lebih rendah.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Jika
kanal sudah ‘sengaja’ dibangun, maka tugas selanjutnya adalah mengontrol
kondisi air melalui kanal tersebut. Menjadikan kanal sebagai control bank
water, jika airnya kosong maka wajib untuk mengisinya kembali. Tapi apakah
di lapangan seperti itu prakteknya ?.
Terlepas
dari efektif tidaknya pembuatan kanal ini, sejatinya lahan yang selama ini
dilaporkan terbakar, mayoritas disebabkan karena kesengajaan dibakar untuk
membuka lahan. Karena tidak dapat dipungkiri, membakar adalah cara membuka
lahan dengan biaya termurah. Memang bisa saja pemilik lahan jika dituntut akan
berdalih
“lahan
ini lahan saya kok, terserah mau saya apakan”
“Iya,
lahan ini memang milikmu, kamu bakar juga silahkan, tapi mohon asapnya juga di
bawa pulang kembali yaa, jangan sampai masuk ke rumah kami”
- Yudha BJ Nugroho
– Ikuti Untuk Postingan Terbaru
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.