Hari Batik Nasional, Apakah Cukup ?
Oleh : Yudha BJ Nugroho
Tanggal 02 Oktober 2019 telah ditetapkan
oleh pemerintah Indonesia sebagai Hari Batik Nasional (HBN). Latar belakang
historis dari penetapan ini adalah pada tanggal 02 Oktober 2009 lalu, UNESCO
menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi
(Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Gambar 1 : Membatik (Sumber : http://www.akar-media.com/wp-content/uploads/2014/10/4381425_l.jpg) |
Secara tersirat, tentu hal ini sangat membanggakan, karena batik sudah diakui Internasional sebagai bagian dari warisan dan kekayaan asli dari Indonesia untuk Dunia. Penetapan ini juga menutup kemungkinan adanya klaim dari negara lain yang secara sepihak mengakui bila Batik berasal dari negaranya.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Dalam rangka wujud ekspresi atas kebanggaan
penetapan ini, maka pemerintah pun mengeluarkan edaran bagi instansi pemerintah
maupun swasta, diharapkan untuk memakai batik dalam aktivitas kesehariannya
disetiap tanggal 02 Oktober.
Namun sudahkah tepat atas ekspresi
kegembiraan ini?
Kalau penulis berpendapat, HBN ini kurang
tepat adanya, mengapa?, Indonesia kita mempunyai budaya dan suku yang beragam.
Mengagungkan batik yang seperti kita ketahui berasal dari kebudayaan jawa,
seperti meng-anak-tirikan kebudayaan suku lain.
Kain – kain dari daerah di Indonesia ini
sebenarnya cukup banyak, seperti Songket, Baju Bodo, Ulos, Sasirangan, Tenun
Ikat, dan beragam lainnya, akan semakin tergerus akibat Batikisasi di
Indonesia.
Jangan paksa setiap daerah di Indonesia
akhirnya menciptakan batik mereka sendiri, karena dirasa kain asli daerah
mereka kurang mendapatkan nilai jual.
Mediapun juga terlampau heboh
pemberitaannya, jika suatu daerah menggelar pameran batik. Misalnya saja ada
muncul Batik Medan corak Mandailing, langsung pemberitaannya gempar, dan kepala
daerahnya pun diwawancarai mendukung sekali.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Padahal inilah bibit – bibit penghancuran
budaya batak, karena kain ulos seakan sudah kuno, kurang bersaing. Generasi
muda batak selanjutnya akan lebih mengenal batik medan dibandingkan Ulos.
Jika alasan pemerintah menjadikan HBN ini
karena telah diakui UNESCO, maka perjuangkanlah kain – kain daerah ini juga
diakui UNESCO, dan ubah Hari Batik Nasional ini menjadi Hari Busana Nasional.
Akan menjadi penyesalan jika ibu – ibu
perajin tenun ikat di daerah Nusa Tenggara, mengubah Alat Tenun Bukan Mesin
(ATBM) mereka dan menggantinya menjadi canting.
--Yudha
BJ Nugroho—Ikuti Untuk Postingan Terbaru Subscribe
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.