Negara Saja Tidak Aman Pada Pejabat, Apalagi Rakyat Kecil
Oleh : M. Din Syamsuddin
Ketua Dewan Pertimbangan MUI
Bismillahirrahmanirrahim
Sehubungan dengan banyak pertanyaan wartawan
tentang kasus penusukan atas Menko Polhukam Jenderal TNI (pur) Wiranto, izinkan
saya menyampaikan hal sebagai berikut:
1.
Saya bersedih bahwa peristiwa tersebut terjadi dan berdoa semoga Bapak Wiranto
sehat walafiat dan dapat kembali menunaikan tugas sehari-hari.
2.
Sebagai masyarakat cinta damai, kita patut mengecam berbagai bentuk tindak
kekerasan oleh siapa pun dan atas nama apa pun, baik atas nama agama ataupun
atas nama kepentingan politik; baik tindak kekerasan itu mengenai para pejabat
negara maupun tokoh agama seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu.
3.
Sebaiknya kejadian demi kejadian seperti itu dapat diselesaikan secara tuntas
dengan menyingkap pelakunya dan kemungkinan ada aktor intelektualis di
baliknya. Apa yang selalu dilakukan pihak berwajib selama ini dengan secara
cepat menyimpulkan pelakunya terpapar ekstremisme atau terkait dengan kelompok
radikal (jika terjadi atas pejabat), atau orang gila (jika terjadi atas
ulama/tokoh agama) tidak menyelesaikan dan tidak akan menuntaskan akar masalah.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
4.
Tentang penyimpulan bahwa pelaku tindak kekerasan adalah orang yang terpapar
ekstremisme dan radikalisme, apalagi menyebut kelompok ISIS, pada hemat saya,
merupakan simplifikasi masalah yang tidak akan mengakhiri masalah serta
merupakan generalisasi yang berbahaya. Sebagian masyarakat, khususnya umat
Islam, banyak yang sudah merasa bosan dengan pendekatan seperti itu dan
akhirnya hilang kepercayaan dan kemudian bersikap abai.
5.
Tentang peristiwa Bapak Wiranto saya membaca di media bahwa pihak keamanan
sudah sejak tiga bulan lalu memantau pelaku penusukan. Pikiran awam saya
bertanya, mengapa justru bisa kebobolan? Rakyat kecil akan merasa lebih
terancam keamanannya karena pejabat tinggi, termasuk Menko urusan keamanan pun,
tidak terjamin keamanannya. Suasana ini tidak positif karena menunjukkan bahwa
negara sesungguhnya tidak aman, dan negara akan dianggap gagal mengemban amanat
konstitusi, yakni melindungi rakyat warga negara.
6.
Maka, Kasus Pandeglang 10 Oktober 2019 itu sebaiknya diselesaikan secara jernih
dengan melakukan proses penegakan hukum secara transparan, imparsial, dan
berkeadilan. Jika tidak, masing-masing pihak akan mengemukakan versi dan
interpretasinya dengan “bukti-bukti” sebagai disinformasia (“penyesatan
informasi”) terhadap pihak lain. Suasana demikian akan menimbulkan sikap saling
tidak percaya satu sama lain.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
7.
Akhirnya, janganlah hendaknya Kasus Pandeglang tersebut memalingkan perhatian
bangsa terhadap persoalan-persoalan kebangsaan yang mendasar, yaitu menjaga
persatuan hakiki, merawat kemajemukan sejati, dan membangun infrastruktur negeri
jasmani serta rohani.
Semoga
hati nurani membimbing bangsa, dan kita semua senantiasa di bawah ridha-Nya.
11/10/2019
Sumber
:
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.