Polemik Ambulance dan Jenazah
Oleh :
Yudha BJ Nugroho
Beberapa
bulan lalu tersiar kabar mengenai seorang bapak yang berjalan kaki menggendong
jenazah anaknya yang telah divonis meninggal oleh sebuah puskesmas. Sang bapak
memilih untuk menggendong jenazah anakknya tatkala pihak puskesmas enggan
meminjamkan ambulance untuk membawa jenazah anaknya ke rumah duka.
Seketika
kabar ini viral seiring dengan video yang memperlihatkan seorang bapak
menggendong jenazah yang tertutup kain panjang. Jagat media sosial pun ramai
atas video viral ini. Komentar cenderung mengarah pada puskesmas yang enggan
meminjamkan ambulancenya.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Hujatan
pun mengalir untuk puskesmas, dan banyak dari masyarakat awam meng-amini atas
hujatan ini. Seakan – akan puskesmas sangat salah karena telah menelantarkan
jenazah, bahkan enggan mengantarkan hingga rumah duka.
Lantas
apakah benar puskesmas yang salah karena enggan meminjamkan ambulance ?.
Menurut
hasil diskusi dengan seorang praktisi di bidang kesehatan, puskesmas telah
melakukan tindakan yang benar dan sesuai dengan Standart Operational
Procedure (SOP) penggunaan ambulance, yaitu menolak mengantarkan jenazah.
Hal
ini di sebabkan, SOP sesungguhnya untuk ambulance adalah mengantarkan orang
sakit atau pasien dalam keadaan darurat. Seorang pasien ini meskipun harapan
hidupnya tinggal 1% pun, adalah prioritas yang masih bisa diupayakan untuk pulih
dan selamat 100%.
Berbeda
kasusnya dengan jenazah. Jenazah adalah sebuah prioritas terakhir dalam
penanganan keadaan darurat, karena kondisi ‘fisiknya’ sudah nol. Dalam sebuah
lokasi kejadian bencanapun, jika saat proses evakuasi, jenazah hanya diberikan
tanda ‘pita hitam’ dan dibiarkan atau dikumpulkan di suatu tempat saja oleh tim,
sementara tim kemudian bergerak kembali untuk menemukan korban selanjutnya yang
masih memungkinkan diupayakan untuk selamat.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Bahkan
jika dijalan raya berpapasan secara langsung diwaktu yang sama, sebuah
ambulance yang berisi orang sakit, mobil jenazah yang berisi jenazah, dan
sebuah mobil pemadam kebakaran yang ketiganya membunyikan sirine untuk meminta
prioritas, maka mobil pemadamlah yang menjadi prioritas utama, karena
berpotensi menyelamatkan nyawa lebih banyak, disusul dengan ambulance yang
berisi 1 nyawa, dan terakhir mobil jenazah.
Sehingga
bila sebuah fasilitas kesehatan hanya mempunyai 1 mobil ambulance dan tidak
dalam keadaan darurat, status ambulancenya harus stanby, tidak boleh
digunakan untuk apapun sampai ada kejadian darurat.
Bila
memang sebuah fasilitas kesehatan tidak memiliki Mobil Jenazah, maka kewajiban keluarga
jenazahlah yang menyediakan fasilitas angkutan, bukan lagi kewajiban fasilitas
kesehatan tersebut memaksakan menggunakan ambulance.
Inilah
yang seharusnya menjadi edukasi bagi masyarakat awam, bukan serta – merta langsung
ikut – ikutan menyalahkan tanpa mengetahui alasan sebenarnya. Media pun seharusnya juga meluruskan, bukan malah ikut - ikutan memberitakan, seakan mendukung kesalahan pemahaman yang beredar, dan mengambil untung dari viralnya berita ini.
Memang
menghormati orang yang sudah meninggal sangat diajarkan dalam agama apapun. Bahkan
dalam agama Islam yang penulis ketahui ada hukum fardu kifayah dalam pengurusan
jenazah, yang artinya jika dalam suatu kelompok masyarakat tidak ada satupun
yang peduli dalam pengurusan jenazah, maka semua anggota kelompok masyarakat
tersebut berdosa.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Atas
dasar hukum fardu kifayah ini juga, suatu kelompok masyarakat harusnya peduli
dengan anggotanya, dalam kasus ini berarti tetangganya. Bila memang tetangga
tersebut kurang mampu untuk menyewa kendaraan mengangkut jenazah pulang, tetangga
yang lainlah yang mengupayakan.
Bukan lantas
tetangga malah membantu untuk mengambil smartphone, selanjutnya membantu
memviralkan, dan membantu menghujat pihak puskesmas.
Padahal siapa
yang salah ??
--Yudha BJ
Nugroho-- Ikuti Untuk Postingan Terbaru Subscribe
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.