Dugaan Investasi Bodong, Siapa yang Salah ?
Oleh :
Schrijver
Pemberitaan
mengenai investasi bodong di negeri ini seperti tiada habisnya. Silih berganti
selalu ada nama baru yang terindikasi investasi penipuan. Mulai dari yang ber embel
– embel syariah, sampai dengan yang
konvensional.
Diakhir
tahun 2019, sempat ada berita investasi bodong tentang kavling syariah dengan
investasi kebun kurma. Kavling Syariah yang digadang akan mendapat keuntungan
berupa hasil dari kurma yang ditanam sesuai dengan jumlah kavling yang
diinvestasikan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Disamping
itu, kegiatan promosi yang dilakukan manajemen Kavling Syariah ini mencatut
nama ustad kondang tanah air, sehingga ini yang menjadi magnet penarik nasabah
untuk mulai percaya dan berani untuk mengambil investasi keuntungan jangka
panjang.
Nah,
diawal tahun ini dibuka kembali pemberitaan tentang investasi bodong bernama
MeMiles (Baca : mi - mailes). Dari artikel yang Penulis baca, investasi ini
menjanjikan keuntungan dengan memanfaatkan fitur iklan PPC (Pay Per Click)
milik Google. Para nasabah yang Top Up mendaftar pada MeMiles diwajibkan
melakukan klik iklan setiap hari minimal 30 kali per hari, sesuai dengan nilai Top
Up saat pendaftaran.
Gambar 1 : Dugaan Investasi Bodong MeMiles (Sumber : https://cdn.akurat.co/images/uploads/infografis_20200106_jA4495.jpg) |
Sehingga
keuntungan nasabah murni dari keaktifan nasabah dalam menjalankan ‘tugas’ klik
iklan ini setiap harinya. Fitur PPC milik Google bukanlah fitur abal – abal,
manajemen MeMiles menggunakan fitur ini dan memanfaatkannya dengan menarik
anggota untuk sama – sama membangun rating website MeMiles.
Terus
salahnya dimana ?
Jika
memang anggota aktif dalam klik, maka keuntunganlah yang akan didapatkan.
Dugaan Penulis, laporan investasi bodong ini berasal dari nasabah yang merasa
tidak mendapatkan keuntungan seperti yang dijanjikan. Padahal bisa jadi nasabah
ini ‘kurang aktif’ dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Rasa
ketidak sabaran inilah yang menimbulkan dugaan penipuan investasi.
Kasus
investasi ini polanya sebenarnya sama, tinggal bagaimana nasabahnya sabar untuk
merasakan keuntungan. Seperti Kasus First Travel dan Abu Tour beberapa tahun
lalu. Travel perjalanan memang menerapkan salah satu program sebagai paket
perjalanan murah dengan metode subsidi silang.
Misalkan
program yang ditawarkan 8 juta untuk berangkat umroh, tapi waiting list 2 – 3
tahun. Pihak travel akan memberangkatkan nasabah ini dengan subsidi silang dari
uang yang disetor oleh nasabah baru. Seandainya biaya umroh sebenarnya 16 juta,
maka kekurangan dana 8 juta sisanya, diambil dari dana nasabah baru, begitu
seterusnya sepanjang Travel ini terus mendapatkan nasabah baru.
Tapi
rasa ketidak sabaran nasabah baru yang kurang memahami cara pihak travel
memanajemen keuangan nasabahnyalah, yang menimbulkan kekhawatiran dan
melaporkan ke pihak berwenang sebagai dugaan investasi penipuan.
Investasi
apapun, modal utamanya adalah sabar, ya sabar. Bahkan berinvestasi kebun jagung
saja harus menunggu 3 bulan untuk panen dan merasakan hasil keuntungan.
Investasi kebun sawit menunggu 3 – 4 tahun baru bisa panen. Bahkan deposito di
Bank pun, menunggu hingga 5 tahun untuk mendapatkan bunga yang dijanjikan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Jadi,
bagi nasabah apapun jangan serta – merta langsung menuduh sebuah lembaga
investasi itu bodong atau menipu. Sebenarnya kesalahan adalah nasabah itu
sendiri, dari awal untuk apa berani menginvestasikan dananya pada orang atau
lembaga lain. Jika berharap untung, usahalah secara mandiri.
Sementara
itu, kasus yang juga sedang gempar adalah Jiwasraya dan Asuransi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI). Dua perusahan asuransi plat merah ini
juga terancam tidak bisa membayarkan kembali polis nasabahnya, akibat
likuiditas keuangan perusahaan yang kacau. Ada dugaan jika petinggi Jiwasraya
dan ASABRI ceroboh dalam menginvestasikan keuangan perusahaan.
Gambar 2 : Seseorang Melintas di depan Identitas Kantor Pusat Jiwasraya (Sumber : https://statik.tempo.co/data/2019/12/19/id_899110/899110_720.jpg) |
Meskipun
begitu, dimedia tidak ada pemberitaan jika Jiwasraya dan ASABRI adalah
investasi bodong. Apakah karena alasan perusahaan BUMN yang mendapatkan
suntikan modal dari APBN ?. Karena jika di cap investasi bodong tentu kita tahu
petinggi negeri ini siapa saja yang bakal terlibat.
Baca Juga : Sejarah Jiwasraya, Asuransi Warisan Kolonial Belanda
Baca Juga : Sejarah Jiwasraya, Asuransi Warisan Kolonial Belanda
Padahal
setiap perusahaan asuransi dan investasi, menggunakan pola yang sama. Media dan
penegak hukum juga sepertinya mudah sekali mengklaim investasi bodong jika
perusahaan asuransi swasta, namun jika perusahaan BUMN, diam seketika.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Jiwasraya
dan ASABRI adalah produk lama, nasabah tentu sudah cukup akrab dengan asuransi
plat merah ini. Bukan berarti nasabah yang salah, bisa jadi mereka percaya
karena perusahaan ini dikelola oleh negara. Ternyata menipu juga, negara yang
lalai dalam hal ini pemimpin negeri, atau nasabahnya?.
Selain
itu, sebagai calon nasabah juga harus pandai dan cerdas, pelajari dan perlu
juga ditelusuri apakah lembaga tersebut terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), sebagai lembaga pemerintah yang mengawasi segala transaksi
keuangan non bank.
------------------
Penulis.
Schrijver.
Yudha
BJ Nugroho.
Copyright.
2020.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.