Dan, Pejabat Negarapun ‘Menyerah’
Berita
Covid – 19 masih menjadi headline di media cetak, maupun elektronik
negeri ini. Jumlah pasien yang diduga suspect Covid – 19 pun bertambah.
Media center Covid – 19 yang menjadi sumber conferensi pers resmi
pemerintah, belakangan menjadi sumber berita paling dicari oleh redaksi media
nasional.
Tanpa
diduga, Press Release terbaru dari Media Center Covid – 19 adalah Menteri
Perhubungan, Budi Karya Sumadi positif terjangkit Covid – 19, dan saat ini
sedang menjalani masa isolasi dan penanganan di Rumah Sakit Pusat Angkatan
Darat (RSPAD) Gatot Subroto.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Informasi
ini cukup membuat khalayak terhenyak. Seorang pejabat publik yang mempunyai
mobilitas tinggi dan penanganan kesehatan yang lebih baik dari masyarakat
awampun menyerah dengan virus ini.
Gambar 1 : Budi Karya Sumadi, Pejabat Negara Pertama yang Terkonfirmasi Positif Covid - 19 (Sumber : https://img.inews.id/media/822/files/inews_new/2020/01/25/budi_karya.jpg) |
Namun
bagi penulis, ada sesuatu yang janggal dari pengumuman tersebut. Dari
pengumuman – pengumuman resmi Media Center Covid – 19 sebelumnya, jika ada
terduga suspect Covid – 19 tambahan selalu hanya menggunakan identitas
angka, bukan nama.
Bahkan
alamat, tempat dirawat, dan kondisinyapun dirahasiakan. Tapi mengapa jika
pejabat negara yang terjangkit, langsung diumumkan seakan melupakan cara
pengumuman – pengumuman sebelumnya?. Jika alasan sebelumnya untuk menghindari bullying
atau pengucilan, berarti sangat percaya diri jika pejabat negara tidak akan di
kucilkan.
Dari
sejak pengumuman pertama kali mengenai warga Kota Depok yang terinfeksi Covid –
19, Penulis sebenarnya sudah kurang setuju dengan perahasiaan identitas
pasiennya. Mengapa ?. Perahasiaan ini akhirnya akan membuat publik bertanya –
tanya, siapa ?, dimana? dan kapan?. Padahal publik memerlukan informasi itu
agar bisa lebih berhati – hati terhadap lingkungannya.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Selain
itu, sikap pemerintah yang merahasiakan ini seakan mengajarkan pada publik
untuk tidak memiliki rasa empati terhadap penderita yang sakit. Selalu saja
media dan pemerintah beralasan menghindari bullying dan pengucilan,
bukan malah menganjurkan untuk peduli dan simpati.
Mindset
masyarakat yang diarahkan untuk ‘tidak mengucilkan’ akhirnya jadi mengucilkan,
mengira – ngira, bergosip, dan informasi tidak jelaslah yang akhirnya
berkembang.
Padahal
dengan membuka identitas pasien, juga dapat memperjelas record pertemuan
dan saudara – saudara disekitar pasien yang pernah ditemui, sehingga penanganan
dan kehati – hatian dapat diusahakan sejak dini.
Berita
terbaru yang Penulis lihat di media Senin lalu (16/03/2020), akhirnya
pemerintah memutuskan untuk membuka identitas pasien, dengan alasan tersebut
diatas. Inilah kebiasaan buruk yang mestinya diubah, selalu membuat keputusan blunder.
Setelah lebih dari 100 pasien terdampak Covid – 19, baru pemerintah berpikir
demikian, mengapa tidak sejak awal?.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Keputusan
blunder mengenai Covid – 19 bukan hanya ini saja. Sebelumnya disaat
Covid – 19 baru berkembang di Negara Tiongkok dan belum menyebar, negara lain
sudah membatasi akses masuk dan keluar ke negaranya. Namun pemerintah Indonesia
malah membuka jalan dan promosi wisata dengan lebar, seakan menduga tidak akan
Covid – 19 ini hidup di negara tropis Indonesia.
Gambar 2 : Ilustrasi Penggunaan Masker (Sumber : https://asset.kompas.com/crops/Dum7L9qWdQRhoi78uN3y8NHL83s=/0x0:998x665/750x500/data/photo/2020/03/12/5e69a35cf1234.jpg) |
Selain
itu, saat ini ditengah kekhawatiran masyarakat, seharusnya pemerintah membuka
ruang informasi yang jelas dan transparan. Semua orang seakan menjadi ahli
untuk saat ini, dan menyebarkannya seakan itu sudah diuji dan terbukti. Sebagai
contoh; masker menggunakan tisu basah, hingga antiseptik dengan bahan pemutih
pakaian.
Memang
tidak ada salahnya dicoba, namun akankah lebih baik jika lebih diterangkan
dengan dasar dan lembaga yang lebih kompeten, sehingga tidak menjerumuskan. Apalagi
kabar semakin bertambahnya penderita Covid – 19 di Indonesia, yang dibarengi
dengan langkanya ketersediaan masker dan antiseptik dipasaran, tentu informasi
alternatif yang aman dan teruji dapat dijadikan pegangan sementara bagi publik
yang membutuhkan.
----------------------
Schrijver.
2020.
©. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.