Jumlah Penderita Corona di Indonesia Bertambah
Oleh :
Schrijver
Baru
beberapa pekan semenjak pemerintah mengeluarkan statement resmi, terkait
dengan sudah menyebarnya virus Corona (Covid – 19) di Indonesia, jumlah
penderita yang terkonfirmasi sampai tulisan ini dibuat (12 Maret 2020) sebanyak
34 orang.
Pengumuman
yang disiarkan secara nasional 10 hari yang lalu tersebut cukup membuat
masyarakat geger dan panik. Masker mendadak menjadi komoditas primer. Hand
sanitizer juga menghilang dari pasaran, seakan tidak ada cara mencuci
tangan selain menggunakan itu.
Pernyataan
mendadak di siang hari itu langsung mematahkan puluhan pernyataan pejabat
negara (termasuk Menkes dan Presiden) dihari – hari sebelumnya yang menyatakan
jika tidak ada penderita positif Covid – 19 di Indonesia. Namun, mengapa 10
hari lalu, tiba – tiba pemerintah menyatakan Indonesia juga terjangkit Covid –
19 ?.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Entah
kenapa, Penulis beranggapan ada maksud tertentu dari pernyataan resmi yang
langsung disampaikan oleh Presiden dan Menteri Kesehatan tersebut. Hari – hari
sebelumnya beredar banyak argumen yang meragukan pernyataan ‘tidak ada pasien
positif Covid – 19 di Indonesia’. Mulai dari virus yang mati di iklim tropis,
sampai dengan daya tahan tubuh orang Indonesia yang sudah kebal dengan berbagai
macam penyakit.
Pernyataan
keraguan di sebelum hari pengumuman, tidak hanya dari dalam negeri saja, namun
juga dari negara – negara dikawasan asia tenggara dan eropa. Jika negara
tetangga Indonesia seberti Singapura dan Malaysia, bahkan Australia yang berada
diseberang terkonfirmasi Covid – 19, bagaimana mungkin Indonesia hanya dilewati
saja.
Padahal
Covid – 19 sudah menyebar dan memberikan pengaruh ketakutan di seluruh dunia.
Bagi
Penulis, sebenarnya Covid – 19 ini sudah ada di Indonesia jauh beberapa hari
sebelumnya, hanya saja pemerintah seperti enggan memberikan pernyataan resmi
karena terkait akan buruknya iklim investasi di Indonesia, demikian pula
industri pariwisata.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Bahkan
saking pemerintah takut menurunnya pemasukan bagi negara, sampai – sampai rela
berniat menyewa influencer dari luar negeri, supaya meyakinkan ‘aman’-
nya Indonesia untuk dikunjungi. Seperti itukah cara negara memastikan kondisi
dompetnya mengesampingkan kepentingan kesehatan warna negaranya?.
Selain itu,
Media Center Covid – 19 yang dibuat pemerintah tidak serta merta memberikan
informasi jelas mengenai penderita terjangkit Covid – di Indonesia. Dari sekian
conferensi pers yang telah dilakukan, hanya memberikan informasi jumlah
penderita saja dengan memberikan identitas nomor, tanpa memberikan informasi
nama, tempat tinggal dan dirawat dimana, wartawanpun dilarang untuk menanyakan
hal tersebut.
Memang
hal ini demi menjaga nama baik pasien di masyarakat, namun hal ini dapat
berarti hoax. Penulis beranggapan, jika pemerintah hanya merilis tambahan
– tambahan ‘angka’ ini, padahal sebenarnya pasien aslinya tidak ada, bisa juga
kan?. Entah untuk alasan supaya terlihat bahwa ‘ada loh pasien corona di
Indonesia’, atau meredam keraguan dunia internasional atas ‘tidak adanya’
corona di Indonesia.
Media
center Covid – 19, memang bertujuan untuk memberikan informasi yang resmi dan
satu sumber, supaya media semua berkiblat padanya, namun media center juga bisa
menjadi sumber Hoax utama, karena dipercaya dan diyakini masyarakat dengan
bantuan media.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Hal
ini diperjelas setelah Menteri Komunikasi dan Informatika mengajak seluruh pimpinan
media cetak maupun elektronik untuk berkumpul bersama dibeberapa hari yang lalu.
Kekhawatiran
itu sebenarnya wajar, karena pemerintah memang sedang memiliki pinjaman luar
negeri yang tidak sedikit yang ‘katanya’ untuk pembangunan dan kemaslahatan
warga negaranya. Namun nyatanya, masyarakat juga yang akan membayar pinjaman
itu dari skema – skema yang dirancanakan pemerintah.
Kenaikan
iuran BPJS, kenaikan cukai rokok, kenaikan komoditas primer dipasaran, hingga
yang terbaru Rancangan Undang – Undang Omnibus Law yang diharapkan akan
menarik investor lebih banyak, namun (diduga) mengesampingkan kesejahteraan
pekerja.
Covid
– 19 ini bak petir disiang bolong bagi pemerintah yang memang sedang sangat
mengandalkan pemasukan negara lebih banyak untuk melunasi pinjaman. Tidak ada
perkiraan di tahun – tahun sebelumnya akan ada virus pandemik yang sedemikian
hebatnya hingga mulai menggoyang ekonomi dunia.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
Pelabuhan
banyak ditutup, imigrasi diperketat, dan bandar udara dibatasi dari dan menuju
negara terdampak positif Covid – 19. Keadaan sulitnya dampak Covid – 19 ini
perlahan mulai terasa, apalagi Indonesia banyak mengandalkan ekspor hasil
Sumber Daya Alam (SDA) nya untuk mengisi devisa negara, dengan menjual ke
negara – negara luar.
Crude
Palm Oil (CPO), Rayon atau Chip bahan baku kertas, minyak bumi, serta batu
bara, lambat laun akan semakin menumpuk di dalam negeri karena pasar negara
pembelinya berkurang akibat ditutupnya jalur perdagangan.
Entah
kekagetan apalagi selanjutnya dari dagelan yang akan diumumkan
pemerintah republik ini untuk menambal isi dompetnya.
--------------------
Schrijver.
2020.
©. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.