MENJADI PROAKTIF Oleh Arif Satria - Rektor IPB
Oleh :
ARIF SATRIA
Rektor IPB
Kepada
seluruh Civitas akademika IPB, saya terus mendoakan agar kita semua selalu
dalam kondisi sehat walafiat, dan kita semua menjadi bagian dari solusi atas
masalah Covid-19 yang saat ini melanda dunia. Kita doakan saudara-saudara kita
yang sedang kurang sehat segera sehat kembali, semoga krisis Covid-19 segera
berlalu dan kita semua dapat mengambil hikmah dari semua ini. Kesehatan adalah
modal biologis terpenting yang membuat kita bisa terus berkarya menjadi orang
yang bermanfaat.
Gambar 1 : Gedung Rektorat IPB (Sumber : https://dev.ipb.ac.id/media/images/tentang-ipb-selayang-pandang-ipb.jpg) |
Saat ini
kita memang dalam kondisi darurat sehingga terpaksa harus menjalankan Work From
Home (WFH) IPB sejak 17 Maret 2020. WFH adalah suatu kebiasaan baru, dan saya
menyampaikan apresiasi serta ucapan terima kasih kepada seluruh pimpinan unit
kerja, dosen dan tendik yang terus menjalankan tugas mulia meski dari rumah.
Khusus kepada petugas di bidang kesehatan, sistem informasi, keamanan, dan
sarana prasarana, laboratorium, dan para tendik di beberapa unit kerja yang
sebagian masih bertugas di dalam kampus patut kita apresiasi dan sampaikan
terima kasih sebesar-besarnya. Sebagian masih menjalankan tugas di kampus agar
keamanan kampus tetap terjaga dan memastikan fasilitas serta fungsi pelayanan
berjalan dengan baik.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Salah satu
isu WFH adalah bagaimana meningkatkan produktivitas dan efektivitas waktu saat
ada di rumah secara penuh selama lebih dari 15 hari ini. Karena itu ijinkan
saya berbagi pemikiran yang sebenarnya merupakan nasihat untuk diri saya
sendiri, atau setidaknya refresh apa yang sebenarnya sudah kita ketahui.
Dalam
kaitan mengelola waktu ini saya teringat buku Seven Habits of Highly Effective
People karya Stephen R. Covey. Menurut Covey ada empat kuadran kategori
kegiatan dilihat dari sisi penting (important) dan gentingnya (urgent) kegiatan
tersebut. "Penting" menunjuk pada kesesuaian pencapaian visi hidup
atau visi organisasi kita. "Genting" menunjuk pada mendesak tidaknya
kegiatan tersebut dilakukan. Kuadran I berisi kegiatan yang genting dan
penting. Kuadran II berisi kegiatan yang tidak genting tapi penting. Kuadran
III berisi kegiatan yang genting dan tidak penting. Kuadran IV berisi kegiatan
tidak genting dan tidak penting. Kira-kira mayoritas kegiatan kita berada di
kuadran yang mana?
Tentu yang
paling kita hindari adalah Kuadran IV, yaitu kegiatan yang tidak penting dan
tidak genting, seperti menggosip, bermain medsos berlama-lama yang tidak perlu,
dan aneka kegiatan mubazir lainnya. Kalau mayoritas kegiatan kita dalam zona
ini artinya kita tidak produktif sama sekali. Inilah yang sering disebut
menyia-nyiakan waktu. Ada dua kemungkinan kita berada di Zona IV ini : (a)
tidak punya visi hidup atau (b) punya visi tapi tidak punya kemampuan manajemen
pribadi.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Gambar 2 : Arif Satria, Rektor IPB (Sumber : https://www.indonesia.go.id/assets/img/content_image/1571709488_Rektor_IPB_University_Arif_Satria.jpg) |
Sebaliknya
kalau mayoritas waktu kita habiskan untuk kegiatan di Kuadran I yakni penting
dan genting maka yang terjadi adalah stres, lelah, dan krisis. Karena kita
dituntut melakukan kegiatan penting namun harus dilakukan sesegera mungkin.
Seperti, kegiatan membawa pasien ke rumah sakit : penting dan genting
sekaligus. Kita sering merasakan di Kuadran I saat mengerjakan sesuatu yang
dikejar deadline. Menunda pekerjaan pada Kuadran I tentu akan mendatangkan
masalah. Pada situasi di Kuadran I, kita tidak akan sempat berpikir sesuatu
yang strategis dan jangka panjang. Sebaliknya kita akan berada dalam tekanan
tinggi untuk menuntaskan kegiatan sesegera mungkin dalam irama kegentingan.
Istilah "SKS" atau sistem kebut semalam juga sebenarnya menggambarkan
situasi Kuadran I ini.
Covey
merekomendasikan kita berada dalam Kuadran II yaitu penting tapi tidak genting.
Berada dalam zona ini kita fokus pada kegiatan-kegiatan yang strategis dan
selaras dengan pencapaian visi hidup atau visi organisasi kita namun tidak
dalam tekanan kegentingan yang tinggi. Contohnya, adalah kegiatan ibadah,
merumuskan perencanaan, meningkatkan keahlian, menggali peluang-peluang,
review, memikirkan strategi, olah raga, membangun relasi dan jejaring, dan
menghabiskan waktu bersama keluarga. Olah raga dilakukan dengan gembira dan
relaks akan membuat tubuh kita semakin sehat. Olah raga penting dan kita selalu
mengalokasikan waktu cukup secara reguler. Olah raga tidak ada hubungannya
dengan deadline. Kesehatan ini menjadi penting untuk menopang tugas-tugas kita.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Bagi kita selaku dosen contoh
konkritnya adalah mempersiapkan materi kuliah, menyiapkan proposal riset,
menulis artikel publikasi nasional maupun internasional. Kita sekarang melalui
WFH punya relatif banyak waktu sehingga kita dapat mengerjakan itu semua dalam
posisi tidak terburu-buru. Kini adalah saatnya kita mereview lagi hasil-hasil
riset kita dan menuliskannya dalam bentuk artikel yang memperkaya keilmuan atau
mencerahkan publik. Saya percaya kita memiliki materi yang cukup untuk ditulis.
Saatnya kita mempersiapkan kuliah online sebaik-baiknya sehingga ketercapaian
learning outcome terjamin. Saatnya kita menyiapkan proposal riset dengan
ide-ide brilian untuk memecahkan masalah masyarakat. Saatnya kita memikirkan
arah IPB 4.0 dan jalan mewujudkannya, termasuk mengisi kerangka besar K2020
sebagai upaya penyempurnaan kurikulum yang adaptif terhadap perubahan
disruptif. WFH adalah kesempatan memadu aktivitas penting strategis dengan
terus memperkuat kehangatan keluarga. Ingat kata Stanley, bahwa dari 100 faktor
sukses ternyata yang menjadi urutan ke-4 adalah dukungan dari pasangan hidup.
Intinya, WFH adalah kesempatan kita untuk berlatih fokus pada
aktivitas-aktivitas Kuadran II.
Menurut
Covey, orang yang fokus pada Kuadran II ini adalah ciri orang proaktif. Orang
proaktif tidak membiarkan dunia eksternal mengendalikannya sehingga ia merasa
dalam tekanan deadline dan irama kegentingan sebagaimana di Kuadran I dan III.
Ciri proaktif antara lain memiliki tujuan dan visi hidup, inisiatif bertindak
dan bergerak maju, dan fokus pada lingkaran pengaruh diri keluar. Orang
proaktif selalu bertanggungjawab atas keputusannya sendiri dan tidak
menyalahkan keadaan atau orang lain. "If you 're proactive, you don't have
to wait for circumstances or other people to create perspective expanding
experiences. You can conciously create your own", kata Covey. Sebaliknya
orang reaktif fokus pada lingkaran pengaruh luar terhadap pikiran dan tindakan
diri, sehingga ketika menemui masalah orang reaktif sering menyalahkan keadaan
dan orang lain.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Istilah
proaktif ala Covey mirip dengan aktif ala Erich Fromm. Menurut Erich Fromm,
sebaiknya kita menjadi orang aktif dan bukan orang sibuk. Aktif dan sibuk
sama-sama menghabiskan waktu. Lalu apa bedanya ? Bedanya, aktif menunjukkan
aktivitas yang dilakukan melalui penjiwaan, atau bekerja dengan passion tinggi.
Biasanya aktivitas yang selaras dengan visi akan membuat kita lebih menjiwai.
Sebaliknya sibuk adalah aktivitas menghabiskan waktu tanpa penjiwaan atau
passion. Kesibukan seperti itu akan menimbulkan alienasi diri. Persis seperti
orang yang mengerjakan kegiatan tidak penting, yang tidak selaras dengan visi
dan tujuan.
Mari terus
latihan agar kita mampu mengelola waktu dengan dominasi kegiatan di Kuadran II,
sekaligus latihan untuk menjadi pribadi yang proaktif. Latihan adalah proses
pembelajaran. Menjadi manusia pembelajar akan terus diisi dengan
latihan-latihan, dan orang proaktif akan selalu tertarik berlatih untuk
berbenah diri untuk perbaikan lingkaran pengaruh. Orang proaktif sadar betul
bahwa ia adalah pemimpin untuk dirinya sendiri sehingga dialah yang paling
berwenang mengambil keputusan untuk masa depannya. Kata pakar, orang proaktif
tidak pernah memberi cek kosong kepada orang lain untuk menentukan masa
depannya.
Bogor, 1 April 2020
Sumber : Tautan Grup Alumni IPB
------------------
Schrijver.
2020. ©.
Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.