Ketidak Jelasan dari Kebijakan New Normal
Gembar
– gembor kebijakan adaptasi kebiasaan baru atau lebih familiar kita kenal
dengan New Normal, seakan perlahan
mulai diterapkan oleh beberapa instansi pemerintahan dan swasta di negeri ini.
Gambar 1 : Kebijakan New Normal bagi Indonesia Dinilai By Pass (Sumber : https://cdn-image.bisnis.com/posts/2020/05/28/1245706/pandu-riono-by-pass-new-normal.jpg) |
Padahal
kebijakan tersebut masih belum final penerapannya secara nasional, meskipun
Presiden sendiri sudah lebih dahulu mengeluarkan statement “berdamai dengan Covid 19”. Statement beliau ini cukup pelik jika mengaca pada kejadian pasien
Covid 19 di Indonesia belum menunjukkan penurunan yang signifikan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Kesan
buru – buru semakin menunjukkan jika pemerintah memang mulai menyerah dengan
Covid 19. Sejak awal kemunculannya di Indonesia, antara pemerintah pusat dan
daerah selalu diwarnai kesimpang siuran mengenai kebijakan.
Ada Pemda
yang yang menerapkan kebijakan lockdown,
namun pemerintah pusat langsung mengambil tindakan jika keputusan lockdown hanya bisa ditetapkan oleh
pemerintah pusat, bukan daerah. Baiklah, kebijakan lockdown mungkin terlalu
berat bagi pemerintah pusat, lalu ‘diperlunaklah’ dengan sebutan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB).
Namun kebijakan
PSBB ini bukan tanpa masalah, banyak hal membingungkan dari keputusan ini.
Pemerintah pusat memerintahkan untuk bekerja dirumah, beribadah dirumah, dan
tidak bepergian untuk sementara waktu, namun disaat yang sama banyak Tenaga
Kerja Asing (TKA) bebas masuk ke indonesia.
Disaat rumah
ibadah masih ditutup, karena ditengarai menjadi pusat kegiatan berkumpul yang
membahayakan, dilain sisi mall kembali dibuka meskipun dengan protokol
kesehatan dan pengecekan suhu. Padahal jika dipikir, seharusnya rumah ibadah
dibuka lebih dahulu dibandingkan mall, karena orang beribadah di gereja, pura
maupun masjid, semua duduk bersimpuh berserah diri disatu tempat, sedangkan jika
di mall berkeliling, pegang barang – barang sana sini, mana yang lebih aman?.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Tentu saja
mengaca hal tersebut, masyarakat kita menjadi marah meskipun dalam hati.
Jika ada
pertanyaan, apakah orang Indonesia itu bebal, tidak disiplin ?
Coba suruh
ke Singapura, langsung tertib tidak merokok sembarangan, tidak meludah
sembarangan. Suruh ke Australia, mana berani melanggar lampu merah, membawa
anak naik mobil tanpa carseat atau
tidak pakai safety belt. Lalu apakah
orang Singapura lebih disiplin?
Coba suruh
ke Batam, langsung bebas melakukan apapun juga. Orang Australia ke Bali, naik
motor tanpa helm. Tingkah laku menusia itu bisa diatur dengan tegaknya aturan. Soal
pelanggaran PSBB, itu bukan karena orang Indonesia tidak disiplin, tapi karena
tidak jelasnya aturan.
Orang dilarang
ke mall, tapi mall buka, bahkan di Bogor ada mall yang buka, tapi mematikan
lampu supaya terlihat tutup, cara macam apa ini. Orang dilarang mudik, tapi
bandara buka, pendatang bebas masuk.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Setiap pemerintah
dengan komentarnya terkesan kendor dan membingungkan, maka dengan sendirinya
warga negaranya pun ikut kendor dan bingung.
------------------
Schrijver.
Copyright.
©. 2020. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.