Presiden Memarahi Menterinya di Depan Publik, Tepatkah ?
Beberapa
hari lalu beredar rekaman sidang kabinet, yang dihadiri para menteri dari
Kabinet Indonesia Maju, dipimpin langsung oleh Presiden Republik Indonesia. Sidang
yang berlangsung sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku saat ini
tersebut, membahas mengenai penanganan pandemi Covid 19 dari berbagai sektor.
Presiden Joko Widodo (tengah) memimpin rapat kabinet terbatas mengenai percepatan penanganan dampak pandemi COVID-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (29/6/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/Pool/wsj. Sumber : https://tirto.id/fMfU |
Salah
satu bidang yang mendapat sorotan dari Presiden adalah Kesehatan. Presiden
menyinggung tentang alokasi dana penanganan Covid 19 yang telah dianggarkan
mencapai 70an Trilliun Rupiah, namun baru terpakai tidak sampai 2%. Pesan utama
beliau mengenai tunjangan dokter dan tenaga kesehatan yang telah bersusah payah
menangani pandemi ini harus segera didistribusikan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Selain
itu, sektor ekonomi juga mendapatkan perhatian beliau. Bantuan Sosial (Bansos)
juga belum maksimal terdistribusi, masih terdapat laporan yang sampai ke
beliau, jika banyak mesyarakat yang belum menerima, padahal pandemi ini sudah
melanda mulai tiga bulan lalu.
Kemarahan
beliau ini memang cukup tergambar pada video yang menurut informasi telah direkam
10 hari yang lalu (sekitar 18 Juni 2020). Dalam rapat kabinet tersebut, prsiden
juga mengancam akan mengganti Menteri yang sekira tidak cakap dalam menangani
pandemi ini, dan akan membubarkan beberapa lembaga yang kurang memberikan
pengaruh.
Pengamat
Politik Hanta Yudha, dalam wawancaranya di sebuah media mengemukakan pendapatnya
terkait dengan video dan kemarahan Presiden tersebut. Menurutnya, pemublikasian
video tersebut malah membuka keburukan pemerintah khususnya presiden sendiri. Karena
publik akan menilai, jika Presiden cenderung melemparkan masalah pada bawahannya,
padahal bisa saja instruksi dari pimpinan yang kurang jelas.
Yudha
juga menganalogikan, seandainya ia adalah pimpinan sebuah bidang pelayanan
jasa, apabila ada customer yang
complain atas kekurangan kinerja timnya, maka sebagai pimpinan ia akan meminta
maaf secara langsung pada customer,
jika timnya tidak bekerja maksimal. Selanjutnya ia akan menasehati (baca:
memarahi) timnya secara personal, tanpa diketahui customer.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Ini
akan lebih bijak, untuk menjaga pandangan customer
terhadap marwah pelayanan jasa tersebut. Disamping itu, customer juga melihat
sikap tanggung jawab yang ditunjukkan oleh seorang pimpinan.
Lain
halnya dengan pandangan Haris Azhar, seorang inisiator laporcovid19.org, aliansi masyarakat sipil yang fokus mengkritisi
penanganan pandemi oleh pemerintah, “Justru dia [Presiden] yang
selama ini mencla-mencle, lambat, dan anggap remeh situasi pandemi ini sejak
awal kata Haris kepada wartawan Tirto.id, Senin (28/06/2020) siang. “Itu modus
saja, berlagak marah marah”.
Ia
pun menambahkan jika penanganan covid 19 terhambat karena pandangan pemerintah
selalu ekonomi dan bisnis belaka. Sejak pandemi belum sebesar ini, pemerintah
bukannya menutup akses keluar masuk negara, malah secara terang – terangan mengkampanyekan
wisata dan menunjukkan jika Indonesia aman- aman saja, bahkan Presiden pun
mengenjurkan meminum Jamu tradisional.
Sekarang,
saat pandemi Covid 19 belum menunjukkan kelandaian kurva, pemerintah sudah buru
– buru menginstruksikan ‘kelaziman baru’ dengan alasan roda ekonomi harus
segera bergerak, atau karena memang sudah kehabisan anggaran untuk memberikan
Bansos secara simultan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Tidak
heran jika banyak kalangan yang berpendapat ini adalah upaya untuk menimpakan
kegagalan pada bawahannya. Dan dengan kuasanyalah seenaknya mencopot menteri
yang kurang cakap, ini karena menteri bertanggung jawab langsung pada Presiden,
wajar. Bagaimana dengan Presiden yang bertanggung jawab langsung pada rakyat?.
Celakanya
rakyat tidak bisa mencopot Presiden secara langsung, harus melalui konstitusi,
atau jika memaksa malah dituduh makar.
Dilema.
--------------------
Schrijver.
Copyright.
©. 2020. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.