Apa yang Bisa Diperoleh Mahasiswa Saat KKN Online? Tidak Ada
tirto.id
- Kuliah Kerja Nyata (KKN) adalah kegiatan yang wajib diikuti mahasiswa di
sejumlah universitas. Gagasannya, para pelajar terjun ke masyarakat, hidup
bersama mereka untuk sekian lama, mengerti persoalan yang dihadapi, dan
mengabdi dengan ilmu yang didapat di bangku kuliah. Pada tahun 1950-1960an, ini
biasa disebut gerakan turun ke bawah alias turba.
Universitas Gadjah mada. Ilustrasi. Sumber : https://mmc.tirto.id/image/otf/700x0/2017/05/25/ugm-tirto2_ratio-16x9.JPG |
Namun, pandemi COVID-19 membuat turba tak mungkin dilakukan.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, pihak rektorat
bersiasat dengan tetap menggelar KKN jarak jauh. Para mahasiswa tak bertemu
langsung apalagi tinggal dengan masyarakat, melainkan hanya mengandalkan
komunikasi daring. Senin (29/6/2020) kemarin ada 4.504 mahasiswa dilepas untuk
mengikuti program ini. Mereka diharuskan membuat program kerja di 263 desa di
27 provinsi.
Pratiwi Nur Handayani dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis salah
satunya. Ia ditempatkan di satu desa di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Tiwi, begitu ia disapa, telah merancang sejumlah program yang
akan dikerjakan hingga 18 Agustus mendatang. Di antaranya sosialisasi dan
edukasi tempat wisata, sosialisasi tentang pengetahuan investasi reksa dana,
kemudian sosialisasi asuransi dan pentingnya dana darurat. Ia juga berencana
sosialisasi pembagian tugas suami-istri di masa pandemi, dan yang terakhir
kampanye gemar memasak.
“Kami mengerjakan program kerja untuk desanya itu dari kos.
Semuanya mulai dari menyiapkan materi, terus untuk mengetahui potensi desanya
pun kami jalin komunikasi sama kepala desa atau kepala dukuh di sana. Komunikasi
lewat Webex (platfrom pertemuan daring),” kata Tiwi kepda reporter Tirto,
Selasa (30/6/2020).
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Ia mencontohkan, pelaksanaan program sosialisasi dan edukasi
tempat wisata dan kesenian akan dilakukan dengan menggunakan pamflet, poster,
dan video. Sementara program kampanye gemar memasak dilaksanakan dengan
mengadakan lomba. Warga akan diminta memasak di rumah masing-masing, kemudian
penilaian lomba berdasarkan foto hasil masakan yang dikirimkan masing-masing
peserta.
Direktur Direktorat Pengabdian Kepada Masyarakat UGM Irfan
Dwidya Prijambada mengatakan KKN harus tetap diselenggarakan meski dalam masa
pandemi sebab itu adalah salah satu syarat kelulusan mahasiswa. KKN yang
dibatalkan, sama saja menunda kelulusan mahasiswa.
Irfan mengatakan KKN daring tidak menghilangkan visi utama
kegiatan itu sendiri. Meski komunikasi dilakukan secara daring, akan tetapi
menurutnya hal itu tak serta merta membuat mahasiswa dan masyarakat menjadi
berjarak. Kuncinya adalah para mahasiswa membangun komunikasi yang baik dengan
masyarakat.
“Jarak itu bukan lagi masalah. Sekarang ada ponsel, bisa
interaksi langsung pakai video call,” kata Irfan, yang juga merupakan guru
besar Fakultas Pertanian UGM kepada reporter Tirto. “Memang coba-coba, tapi ini
sudah dilakukan di periode sebelumnya,” tambahnya.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Irfan mengatakan UGM telah memetakan lokasi mana saja yang
bersedia dan memungkinkan jadi lokasi KKN daring, terutama dari sisi kesediaan
internet. Sebagian besar tempat KKN tahun ini pernah dipakai mahasiswa tahun
lalu, katanya.
Data-data tentang desa penempatan sebagian besar juga telah
tersedia. Sehingga mahasiswa dapat mengolahnya untuk misalnya dijadikan master
plan, kata Irfan. “Master plan intinya partisipasi masyarakat. Masyarakat
diminta membuat bayangan 15 tahun yang akan datang itu desanya akan seperti
apa. Jangan sampai master plan hanya dibuat oleh kepala desa,” ujarnya.
Tak Akan Dapat
Apa pun
Pendiri sekaligus peneliti utama di Sekolah Ekonomika
Demokratik Hendro Sangkoyo mengatakan ada beda yang jelas antara interaksi
langsung dan tidak langsung. Interaksi tidak langsung, menurutnya, tidak bakal
menggantikan interaksi langsung. “Lebih parah lagi kalau tidak ada percakapan,
digantikan sebuah komunikasi tertulis seperti chatting,” kata Hendro kepada
reporter Tirto.
Hendro Sangkoyo dikenal sebagai aktivis lingkungan, lulusan
arsitektur ITB dan Planning Theory and Comparative Politics di Universitas
Cornell, Amerika Serikat. SED yang dia bentuk dimaksudkan sebagai kelompok
belajar bersama untuk melawan kerusakan sosial-ekologis akibat pencaplokan
ruang-ruang hidup oleh korporasi. Lewat SDE dia menekankan "model belajar
yang non-hierarkis," atau dengan kata lain alih-alih mengajarkan
masyarakat, justru belajar dari mereka.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Interaksi dan berbaur dengan masyarakat menurutnya adalah
kunci seorang mahasiswa untuk dapat memahami persoalan di sebuah desa. Ia
menyebut itu sebagai “pengetahuan yang menginjak tanah atau pengetahuan yang
membumi.” Oleh karenanya semakin tak masuk akal jika kemudian selain diminta berinteraksi,
mahasiswa juga dipaksakan membuat semacam peta persoalan hingga solusi bagi
masyarakat.
Oleh karena itu ia menilai apa yang ditawarkan mahasiswa
dalam program ini tak bakal lebih dari sebatas “fiksi”.
Pun, hampir tidak mungkin warga dapat menyetujui peta
permasalahan bahkan rancangan perencanaan desa tanpa pernah melihat atau
berinteraksi langsung si pembuatnya. Kalaupun diikuti, itu hanya akan jadi
formalitas belaka.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-3030644623537642"
data-ad-slot="6345313352">
(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({});
Pada akhirnya ia menilai, “kalau saya mahasiswa yang
mengambil KKN daring di periode ini, maka saya tidak akan mendapatkan apa-apa
untuk mengerti desa.”
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz
Sumber : https://tirto.id/fMK1
-----------------
Schrijver.
Copyright. ©. 2020. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.