Formula E Jakarta Vs World Super Bike Mandalika, Ada Unsur Politis ?
Gegap gempita gelaran World Super Bike
(WSBK) di Sirkuit Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB)
tinggal menunggu hitungan hari. Pertandingan kecepatan kuda besi yang menjadi
momentum kembali nya rangkaian adu kecepatan yang sempat menjadikan Indonesia
sebagai tuan rumah 24 tahun lalu, ya di tahun musim 1996 dan 1997.
Sirkuit Sentul yang terletak di Kabupaten Bogor,
menjadi tuan rumah di masa itu, dalam rangkaian seri Grand Prix di semua kelas
balapan, 500 cc, 250 cc, dan 125 cc, ketika itu kelas tertingginya masih 500 cc
belum MotoGP. Kelas 500 cc saat itu dimenangi oleh Tadayuki Okada, 250 cc oleh
Max Biaggi, dan 125 cc dimenangi oleh Valentino Rossi. Gelaran WSBK Mandalika
memang sudah digadang – gadang sejak tahun – tahun sebelumnya. Pembangunan
sirkut yang dikebut dalam waktu singkat juga mewarnai sejarah gelaran WSBK seri
Indonesia.
Media cetak maupun elektronik pun
memberitakan setiap hari, dan memuji atas berhasil dan seriusnya pemerintah
pusat maupun daerah dalam mendukung suksesnya kejuaraan dunia ini. Namun, Penulis
mengingatkan kembali, ada satu lagi gelaran bertaraf Internasional yang juga
akan digelar dalam seri Indonesia di Ibukota Jakarta, ya Formula E.
Beberapa bulan sebelum gencar pemberitaan
WSBK Mandalika, Formula E juga menjadi headline
beberapa media nasional. Mulai dari pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Anies
Baswedan tentang jalur monas yang akan dilalui, sampai dengan tanggapan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta fraksi PSI dengan pernyataan “balapan ngga bikin kenyang”. Sontak pula
pernyataan fraksi PSI ini menjadi pemantik bagi sebagian kelompok yang
mengatasnamakan penolak gelaran Formula E. Demonstrasipun digelar dan beribu alasan
penolakan dilontarkan. Mulai dari kawasan Monas yang bersejarah akan rusak
karena getaran, kemacetan akibat penutupan jalan, hingga kerugian akibat ‘diliburkannya’
kantor – kantor dan badan usaha disekitar sirkuit.
Seperti diketahui, Formula E merupakan
kejuaraan balap mobil listrik internasional yang diselenggarakan dengan
menggunakan Sirkuit Jalan Raya. Sirkuit jenis ini menggunakan jalan raya umum,
yang ketika diselenggarakan event balap, akan ditutup dan diatur sedemikkian rupa
untuk menjadi jalur balap. Salah satu Negara terdekat kita Singapura, juga
menggunakan Sirkuit Jalan Raya ketika menyelenggarakan event balap Formula 1.
Mengapa Penulis beranggapan ada unsur
politis dalam rencana penyelenggaraan 2 event balapan internasional ini,
padahal secara konsep sama, balap. Penggagas Formula E adalah Gubernur DKI
Jakarta Anies Baswedan, sedangkan penggagas WSBK Mandalika adalah pemerintah
pusat, dalam hal ini diwakili oleh Presiden. Jika melihat dari sisi politik, 2
tokoh ini berangkat dari 2 kubu politik yang berbeda.
Mediapun tentu mencari berita yang ‘aman’
agar tidak menjadi batu sandungan bagi keberlangsungan perusahaan media. Sehari
– hari kita ditemani dengan pemberitaan kebanggaan, keberhasilan, dan suksesnya
pembangunan Sirkuit Mandalika, berbanding terbalik dengan Formula E yang selalu
didominasi pemberitaan penolakan, hingga yang terbaru sampai akan di audit oleh
KPK.
Jika Penulis mengarahkan untuk berpikir
logika, bagaimana bisa KPK diminta untuk mengaudit hal yang masih belum
berlangsung, Formula E ini direncanakan pada bulan Juni 2022, sedangkan yang
sudah didepan mata, WSBK Mandalika tenang – tenang saja. Seandainya benar akan
diselidiki, pembangunan Sirkuit Mandalika yang sangat singkat seharusnya diselidiki
duluan. Mulai dari masalah pembebasan lahan, hingga sumber dana pembangunannya.
Banyak pakar meramalkan keberhasilan
penyelenggaran Formula E akan melebihi keberhasilan penyelenggaraan WSBK
Mandalika, karena dari sisi lokasi Jakarta tentu lebih mudah didukung oleh
fasilitas apapun, apalagi berada ditengah kota, sedangkan WSBK Mandalika berada
di NTB yang masih sepi. Penulis mengambil contoh saja fasilitas internet dan
jaringan. Penyelenggaraan event internasional tentu saja membutuhkan pemberitaan
update ke seluruh dunia, jika fasilitas jaringan internet disana bermasalah,
tentu ini akan menjadi penilaian buruk di dunia internasional, meskipun hanya 1
hari atau 1 jam. Contoh lain, Fasilitas Kesehatan (Faskes), mungkin ada atau sedang diupgrade Rumah Sakit di sekitar Mandalika supaya berstandar Internasional, dari yang Penulis tahu, Faskes terdekat dari NTB yang selama ini mempunyai standar mumpuni adalah RS Sanglah di Denpasar, Bali. Memang kita tidak mau terjadi force majeur kecelakaan fatal pada event balapan internasional ini, namun seandainya terjadi, bukan hal yang lucu seandainya kecelakaan tersebut menjadi fatal hanya karena Faskes yang sulit dijangkau?.
Berbeda jika event dilakukan di kota besar,
jaringan internet bahkan yang tercepatpun tersedia, begitu pula Faskes berstandar internasional berlimpah di Jakarta. Seandainya Formula E di
tahun depan nanti terselenggara sukses, sebulan dua bulan kemudian tentu akan
ada narasi – narasi yang membandingkan penyelenggaraan 2 event ini.
Bagaimana supaya tidak dibandingkan ?.
Yang belum terlaksana, jangan sampai
terlaksana, beritakan narasi negative terus – menerus, hingga seluruh
masyarakat dunia percaya jika penyelenggaaan tersebut berakibat buruk nantinya.
----------------------
Schrijver.
Copyright. ©. 2021. Yudha BJ Nugroho. All
Right Reserved.
Subscribe.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.