Polisi ; Dibanggakan Keluarga dan Tetangga, Dibenci dan Dimuakkan Masyarakat
Sumber: https://bit.ly/3CFhM3W |
Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sepertinya saat ini menjadi Kapolri dengan citra paling buruk, dalam 10 tahun terakhir. Bertubi – tubi pemberitaan negatif berkaitan dengan institusi Polri seakan menambah awan hitam di langit lembaga penegak hukum ini.
Berawal dari kasus Irjen Ferdy Sambo yang menjadi perhatian masyarakat, karena ia menjadi dalang atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat, salah seorang ajudannya sendiri. Pembunuhan ini melibatkan beberapa orang terdekatnya juga, termasuk istrinya sendiri.
Belum juga selesai masa penyidikan dan persidangan atas kasus Ferdy Sambo tersebut, masyarakat kembali dikejutkan atas Tragedi Kanjuruhan yang memakan korban sebanyak 127 orang termasuk 2 orang polisi. Peristiwa yang diduga kuat akibat kesalahan prosedur pengamanan yang dilakukan Polisi, dalam mengamankan jalannya pertandingan olahraga di dalam Stadion.
Penggunaan gas air mata yang ditembakkan anggota pengamanan polisi, menjadi sorotan dunia internasional. Padahal dalam aturan FIFA sendiri, yang menjadi organisasi kiblat persepakbolaan dunia, penggunaan gas air mata sudah sangat jelas dilarang.
Hasil penyelidikan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang diketuai Menkopolhukam, Mahfud MD, untuk aparat keamanan salah satunya pada poin; ‘Tidak pernah mendapatkan pembekalan/penataran tentang pelarangan penggunaan gas air mata dalam pertandingan yang sesuai dengan aturan FIFA’(Bola.net, 14/10/2022). Maka jelaslah, prosedur yang salah telah dilakukan dalam penanganan massa di Stadion Kanjuruhan.
Satu lagi kasus yang menyoroti institusi ini adalah penjualan barang bukti Sabu seberat 5 Kg, yang dilakukan oleh Mantan Kapolda Sumatera Barat dan Calon Kapolda Jawa Timur, Irjen Teddy Minahasa. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap dugaan keterlibatan Irjen Teddy Minahasa dalam peredaran gelap narkoba. Teddy diduga menjual narkoba terkait kasus di Polres Bukittinggi.
Kasus dugaan penyalahgunaan narkotika ini merupakan pengembangan dari perkara yang ditangani Polda Metro Jaya. Sejumlah masyarakat sipil dan anggota Polri berpangkat Bripka, Kompol, dan AKBP juga turut terlibat, satu diantaranya ialah mantan Kapolres Bukittinggi.
Tiga kasus besar yang melibatkan institusi Polri ini, hanya sekian dari ribuan citra buruk Polri dimata masyarakat. Arogansi, mencari – cari kesalahan, bertindak semaunya, petantang – petenteng, hingga suap sudah menjadi lagu lama ditelinga masyarakat.
Coba kita perhatikan saja di sekeliling kita, bagaimana sifat dan sikap anggota kepolisian ini sehari – hari, di jalanan bertindak seakan jalan raya adalah milik mereka sendiri.
Apalagi jika pagi hari, di saat semua orang terburu – buru berangkat ke tempat kerja, mereka sengaja menutup dan mengalihkan jalan, untuk mempersilahkan atasan mereka untuk lewat. Jika memang tidak ingin terlambat, berangkatlah lebih pagi, jangan langsung menutup jalan, setiap orang mempunyai kepentingan yang berbeda – beda, bukan cuma anda saja yang merasa paling penting.
Belum lagi jika ada laporan dan aduan masyarakat di kepolisian, pasti tidak secepat proses kasus yang lebih ‘menguntungkan’, kecuali sudah terlanjur viral. Haruskah menunggu viral dahulu agar kasus laporan masyarakat ini ditangani?.
Semboyan Presisi yang merupakan akronim dari Prediktif, Responsibilitas, transparansi, dan berkeadilan, seakan hanya sebatas tulisan saja, terlebih kata yang terakhir, berkeadilan, sangat jauh dari harapan.
Seperti yang Penulis katakan dalam judul, anggota kepolisian ini hanya dibanggakan sebatas keluarga dan tetangga saja. Orang tua yang begitu bangga anaknya jadi anggota Polri, seakan tidak tahu - menahu jika di institusi ini begitu buruk didalamnya.
Kabar mengenai ‘setoran’ yang harus diberikan untuk atasan, berantai sampai atasan yang paling ataspun kerap terdengar, bahkan untuk naik pangkat dan jabatan.
Terakhir tetangga, pasti merasa ‘aman’ jika disekitar perumahan mereka ada anggota kepolisian, biasanya malah dijadikan Ketua RT. Seperti itulah, mereka diharapkan menjadi pengayom dan contoh teladan bagi warga lainnya.
Sebenarnya menjadi anggota kepolisian ini memang harus bercitra baik, bukan seakan – akan baik. Mereka ditunjuk untuk menjadi pengayom, bukan preman berseragam yang dilegalkan negara. Bersikap ramah, bertutur kata baik, harus menjadi budaya, mungkin pembaca pernah ingat bagaimana publik pernah membandingkan keramahan polisi yang kalah jauh dibandingkan Satpam Bank BCA.
Berbenah, itu kata yang paling diharapkan masyarakat banyak. Karena apa, Polisi akan terlihat hebat jika menyandang pangkat, dan tongkat komandonya, tanpa itu, mereka tak lebih seperti masyarakat biasa.
-------------------
Schrijver.
Copyright. ©. 2022. Yudha BJ Nugroho. All Right Reserved.
No comments
Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.