Di Tengah Tarif Respirokal Trump, Bagaimana Nasib Indonesia, Terlebih Posisi Dubes yang Kosong? - yudhabjnugroho™

Header Ads

  • Breaking News

    Di Tengah Tarif Respirokal Trump, Bagaimana Nasib Indonesia, Terlebih Posisi Dubes yang Kosong?

    Kekosongan tarif respirokal Trump berdampak ke Indonesia. (instagram.com/realdonaldtrump)

    YUDHABJNUGROHO
      Indonesia mengambil langkah negosiasi sebagai respons terhadap kebijakan tarif timbal balik yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. 

    Di tengah persiapan yang mendalam untuk negosiasi tersebut, perhatian publik tertuju pada satu kenyataan signifikan: posisi Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat hingga saat ini masih belum terisi.

     

    Jabatan Dubes RI untuk AS terakhir kali diisi oleh Rosan Roeslani, yang dilantik pada tanggal 25 Oktober 2021. 

     

    Namun, masa tugasnya tergolong singkat. 

     

    Pada tanggal 17 Juli 2023, Rosan ditarik kembali ke tanah air dan dilantik menjadi Wakil Menteri BUMN.

     

    Tak lama setelah itu, ia mendapatkan kepercayaan kembali untuk menduduki jabatan strategis lainnya, yaitu sebagai Menteri Investasi, dan kini menjabat sebagai CEO Danantara di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

     

    Kekosongan posisi Dubes RI di Washington D.C. telah berlangsung hampir selama dua tahun, sebuah situasi yang menjadi perbincangan hangat karena dinilai kurang ideal dalam konteks negosiasi penting seperti saat ini. 

     

    Apalagi, hubungan perdagangan antara Indonesia dan AS mengalami ketegangan akibat tarif baru yang diterapkan oleh Trump terhadap produk-produk dari Indonesia.

     

    Menanggapi hal ini, Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno menyatakan bahwa ketidakadaan ini disebabkan karena adanya proses transisi pemerintahan. 

     

    Walaupun demikian, ia menegaskan bahwa tidak adanya duta besar tidak akan menghalangi proses negosiasi yang akan berlangsung di Washington.

     

    "Jika seperti ini (proses negosiasi) merupakan pertemuan tingkat tinggi," ungkap Havas, sebagaimana dikutip dari Antara, Senin 7 April 2025.

     

    Delegasi Indonesia dalam pembicaraan tarif ini akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. 

     

    Ia penuh keyakinan bahwa negosiasi dengan pihak AS dapat berjalan dengan baik karena dilakukan di level kementerian.

     

    Selaras dengan itu, Airlangga mengungkapkan bahwa Indonesia sedang menyiapkan beberapa opsi negosiasi yang akan dimajukan dalam forum resmi di Washington. 

     

    Pendekatan diplomasi dipilih oleh pemerintah sebagai solusi yang saling menguntungkan tanpa perlu melakukan tindakan balasan terhadap tarif dari AS.

     

    "Indonesia juga akan mendorong beberapa kesepakatan dan berkoordinasi dengan negara-negara ASEAN lainnya, menteri perdagangan juga berkomunikasi dengan Malaysia, Singapura, Kamboja, dan lainnya untuk menyelaraskan sikap bersama ASEAN," jelas Airlangga.

     

    Sebelum pertemuan bilateral dengan Amerika Serikat, Indonesia direncanakan bertemu dengan para pemimpin negara-negara ASEAN pada 10 April 2025 untuk menyamakan langkah. 

     

    Dalam pertemuan dengan pelaku bisnis, pemerintah mengatakan bahwa telah mempersiapkan empat strategi kunci.

     

    Pertama, Indonesia akan mengusulkan revitalisasi perjanjian Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) yang menyandang status usang karena ditandatangani sejak tahun 1996.

     

    "Karena TIFA tersebut ditandatangani secara bilateral pada tahun 1996 dan banyak isu di dalamnya sudah tidak relevan lagi, maka kita akan mendorong (revitalisasi) untuk memasukkan berbagai kebijakan baru dalam TIFA," ungkap Airlangga.

     

    Kedua, pemerintah menawarkan deregulasi terhadap kebijakan Non-Tariff Measures (NTMs), termasuk pelonggaran aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk sektor TIK, serta evaluasi terhadap larangan ekspor-impor barang tertentu ke dan dari AS.

     

    Ketiga, Indonesia siap untuk meningkatkan volume impor dan investasi dari AS, termasuk melalui pembelian minyak dan gas.

     

    Solusi keempat mencakup pemberian insentif baik fiskal maupun non-fiskal, seperti pengurangan bea masuk, pajak penghasilan impor, dan pajak pertambahan nilai impor untuk meningkatkan impor dari AS sekaligus menjaga daya saing ekspor dari Indonesia.

     

    "Terkait dengan biaya dan cara kita meningkatkan volume impor, bagaimana dengan perdagangan kita yang mencapai 18 miliar dolar AS yang terdiri dari barang-barang yang kita import, termasuk bahan pangan seperti gandum, katun dan juga produk energi," ungkap Airlangga.

     

    Meskipun kursi Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat masih kosong, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk melaksanakan perundingan dengan pendekatan menyeluruh dan dukungan dari berbagai kementerian.y©

    No comments

    Terima kasih telah berkunjung, silahkan tinggalkan komentar anda.

    Post Top Ad

    Post Bottom Ad